Posted by: Indonesian Children | May 17, 2009

RINITIS ALERGIKA

RINITIS ALERGIKA

Photo demonstrates allergic shiners. Note the per... allergic shiners. the periorbital edema    

Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. Respons hidung terhadap stimuli dari luar diperankan pertama-tama oleh mukosa kemudian baru oleh bentuk anatomi tulang. Fungsi utama hidung adalah untuk saluran udara, penciuman, humidifikasi udara yang dihirup, melindungi saluran napas bawah dengan cara filtrasi partikel, transport oleh silia mukosa, mikrobisidal, antivirus, imunologik, dan resonan suara. Reaksi mukosa hidung akan menimbulkan gejala obstruksi aliran udara, sekresi, bersin, dan rasa gatal. Bila tidak terdapat deformitas tulang hidung maka sumbatan hidung disebabkan oleh pembengkakan mukosa dan sekret yang kental. Penelitian epidemiologik memperlihatkan bahwa penyakit alergi dapat diobservasi mulai dari waktu lahir sampai kematian. Sesuai dengan umur penderita,  dapat dibedakan penampakan dan lokalisasi jenis alergi.

PATOFISIOLOGI

Gejala rinitis alergik dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan non spesifik.

Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan alergen ingestan, sedangkan alergen inhalan lebih berperan dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung dan tenggorok anak menjelang usia 4 tahun jarang ditemukan.

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :

Photo demonstrates the allergic salute, which is ...

Alergen, Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting.

Polutan, Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

  • Aspirin, Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika pada penderita tertentu.

Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan organ lain, karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan alergen hirup untuk melindungi saluran pernapasan bagian bawah. Partikel yang terjaring di hidung akan dibersihkan oleh sistem mukosilia.

            Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Hal ini berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah (lihat bab tentang asma bronkial dan reaksi hipersensitivitas). Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan alergen.

            Refleks bersin dan hipersekresi sebetulnya adalah refleks fisiologik yang berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit saja pada daerah mukosa dapat seketika menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa hidung. Newly formed mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya histamin, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4), prostaglandin (PGD2), dan PAF. Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage), meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorrhoe). 

            Kurang lebih 50% rinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat. Gejala baru timbul setelah 4-6 jam pasca pajanan alergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan. Prostaglandin (PGD2) banyak terdapat di sekret hidung ketika terjadi fase cepat, tetapi tidak terdapat pada fase lambat, karena mediator ini banyak dihasilkan oleh sel mast. Fase cepat diperankan oleh sel mast dan basofil, sedangkan  fase lambat lebih diperankan oleh basofil.

Gejala rinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinofil. Mekanisme eosinofilia lokal pada hidung masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa teori mekanisme terjadinya eosinofilia antara lain teori meningkatnya kemotaksis, ekspresi molekul adhesi atau bertambah lamanya hidup eosinofil dalam jaringan.

Sejumlah mediator peptida (sitokin) berperan dalam proses terjadinya eosinofilia. Sitokin biasanya diproduksi oleh limfosit T, tapi dapat juga oleh sel mast, basofil, makrofag, dan epitel. IL-4 berperan merangsang sel limfosit B melakukan isotype switch untuk memproduksi IgE, di samping berperan juga meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada epitel vaskuler (VCAM-1) yang secara selektif mendatangkan eosinofil ke jaringan. IL-3 berperan merangsang pematangan sel mast. IL-5 berperan secara selektif untuk diferensiasi dan pematangan eosinofil dalam sumsum tulang, mengaktifkan eosinofil untuk melepaskan mediator, dan memperlama hidup eosinofil dalam jaringan. Akibat meningkatnya eosinofil dalam jaringan maka terjadilah proses yang berkepanjangan dengan keluhan hidung tersumbat, hilangnya penciuman, dan hiperreaktivitas hidung.

Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi alergi.

Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.

Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.

TANDA DAN GEJALA KLINIS

Photo demonstrates allergic shiners. Note the per...

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung. Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan menjadi rinitis musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial allergic rhinitis), dan akibat kerja (occupational allergic rhinitis). Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).

Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya,  kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.

Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi alergi dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis.

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur, serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan, serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu dan menjengkelkan.

Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk wajah yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta bengkak (bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering menggosok hidung karena rasa gatal menunjukkan tanda yang disebut allergic salute.

Menurut saat timbulnya, maka rinitis alergik dapat dibagi menjadi rinitis alergik intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinitis alergik persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis).

Rinitis alergik intermiten

Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang hilang timbul, yang hanya berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering juga disebut hay fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen), biasanya terdapat di negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen serbuk bunga yaitu: tree, grass serta weed yang tiap kelompok ini berturut-turut terdapat pada musim semi, musim panas dan musim gugur.

Penyakit ini sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya mulai masa anak dan paling sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai bertambahnya umur dan menjadi masalah pada usia tua. Gejala berupa rasa gatal pada mata, hidung dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer dan hidung tersumbat. Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala ini akan memburuk pada keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah pedesaan.

Rinitis alergik persisten

Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang berlangsung lebih dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu. Gejala rinitis alergik ini dapat terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang sama dengan rinitis non alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar 2-4 % populasi yang mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya mulai timbul pada masa anak, sedangkan rinitis non alergik pada usia dewasa. Alergi terhadap tungau debu rumah merupakan penyebab yang penting, sedangkan jamur sering pada pasien yang disertai gejala asma dan kadang alergi terhadap bulu binatang. Alergen makanan juga dapat menimbulkan rinitis tetapi masih merupakan kontroversi. Pada orang dewasa sebagian besar tidak diketahui sebabnya.

Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala hay fever tetapi gejala gatal kurang, yang mencolok adalah gejala hidung tersumbat. Semua penderita dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap stimulus nonspesifik dan iritan.

Sedangkan klasifikasi rinitis alergik yang baru menurut ARIA terdapat dua jenis sesuai dengan derajat beratnya penyakit. Rinitis alergik dibagi menjadi rinitis alergik ringan (mild) dan rinitis alergik sedang-berat (moderate-severe). Pada rinitis alergik ringan, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya (seperti bersekolah, bekerja, berolahraga) dengan baik, tidur tidak terganggu, dan tidak ada gejala yang berat. Sebaliknya pada rinitis alergik sedang-berat, aktivitas sehari-hari pasien tidak dapat berjalan dengan baik, tidur terganggu, dan terdapat gejala yang berat.

DIAGNOSA 

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.

Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergik yang terpenting pada anak. Pada anak terdapat tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic crease, Dennie’s line, allergic shiner dan allergic face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang patognomonik. Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku atau fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip nasal atau tumor. Pada rinitis alergik ditemukan tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang sedang dalam serangan. Tanda lain yang mungkin ditemukan adalah otitis media serosa atau hipertrofi adenoid.

Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering adalah inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi. Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering hasilnya negatif. Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak menyenangkan.

Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergik dan mastositosis hidung primer.

DIAGNOSA BANDING 

Rinitis alergika harus dibedakan dengan :

  1. Rinitis vasomotorik
  2. Rinitis bakterial
  3. Rinitis virus

 

KOMPLIKASI 

        Sinusitis kronis (tersering)

        Poliposis nasal

        Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin)

        Asma

        Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah

        Hipertyopi tonsil dan adenoid

        Gangguan kognitif

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan.

Pemilihan obat-obatan

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :

  1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
  2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
  3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
  4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya efek samping sistemik.

 

Jenis obat dan efek terapetik. 

Jenis obat Bersin Rinorea Buntu Gatal hidung Keluhan mata
Antihistamin H1OralIntranasal

Intraokuler

 ++++

0

 ++++

0

 ++

0

 +++++

0

 ++0

+++

Kortikosteroid intranasal +++ +++ +++ ++ ++
KromolinIntranasalIntraokuler  +0  +9  +0  +0  0++
DekongestanIntranasalOral  00  00  ++++  00  00
Antikolinergik 0 ++ 0 0 0
Antilekotrien 9 + ++ 0 ++

 

Penatalaksanaan rinitis alergik pada anak terutama dilakukan dengan penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi medikamentosa akan diuraikan di bawah ini

 

Antihistamin-H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin.

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.

 

Antihistamin-H1 lokal

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.

 

Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.

            Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

 

Kortikosteroid oral/IM           

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.

 

Kromon lokal (‘local chromones’)

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.

Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.

 

Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.

 

Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.

            Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

Antikolinergik intranasal

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.

 

Anti-leukotrien

Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.

Jenis obat yang sering digunakan :

Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4 kali/hari

Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari;  > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2–5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari;  > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari;  > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.

Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5–11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari;  > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari;  > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari. 

Kortikosteroid intranasal

Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. 

Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11 tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

Leukotrien antagonis

Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.

Rinitis alergik pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia. Kadangkala rinitis alergik dapat merupakan masalah pada usia tua. Dengan mengetahui faktor penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi kekerapan timbulnya gejala. Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul.

Cetirizine (Zyrtec)

Low-sedating second-generation medication with fewer adverse effects than first-generation medications. Selectively inhibits peripheral histamine H1 receptors. Available as syr (5 mg/5 mL) and 5- or 10-mg tab.

Adult

5-10 mg PO qd

Pediatric

6-12 months: 2.5 mg PO qd; not to exceed 2.5 mg/d
12-24 months: 2.5 mg PO qd; may increase to 2.5 mg PO bid, if needed
2-5 years: 2.5-5 mg PO qd or divided bid; not to exceed 5 mg/d
>6 years: 5-10 mg PO qd or divided bid

Increases toxicity of CNS depressants; theophylline decreases clearance of cetirizine

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

Reduce dose in patients with kidney disease; may cause sedation in 5-15% of patients

Levocetirizine (Xyzal)

Histamine H1-receptor antagonist. Active enantiomer of cetirizine. Peak plasma levels are reached within 1 h, and half-life is about 8 h. Available as a 5-mg breakable (scored) tab. Indicated for seasonal and perennial AR

Adult

5 mg PO qd in evening
CrCl 50-80 mL/min: 2.5 mg (half tab) PO qd in evening
CrCl 30-49 mL/min: 2.5 mg PO qod
CrCl 10-29 mL/min: 2.5 mg PO 2 times/wk

Pediatric

<6 years: Not established
6-11 years: 2.5 mg (half tab) PO qd in evening
>12 years: Administer as in adults

Coadministration with CNS depressants (eg, alcohol, sedative-hypnotics) may increase somnolence; ritonavir increased plasma AUC of measurable cetirizine by 42% and half-life by 53%

Documented hypersensitivity; CrCl <10 mL/min or hemodialysis; children aged 6-11 y with renal impairment

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

Common adverse effects include somnolence, nasopharyngitis, fatigue, xerostomia, and pharyngitis in adults and children >12 y; pyrexia, somnolence, cough, and epistaxis commonly observed in children 6-12 y; caution with activities requiring mental alertness

Loratadine (Claritin)

Nonsedating second-generation antihistamine. Fewer adverse effects than with first-generation medications. Selectively inhibits peripheral histamine H1 receptors. Available as tab, disintegrating tab (Reditab), syr (5 mg/5 mL), or combined with pseudoephedrine in 12- or 24-h preparations. The only one that is presently available without a prescription

Adult

Loratadine: 10 mg/d PO
Loratadine and pseudoephedrine:
Claritin-D 12 Hour: 5 mg with 120 mg pseudoephedrine; 1 tab PO bid
Claritin-D 24 Hour: 10 mg with 240 mg pseudoephedrine; 1 tab PO qd

Pediatric

Loratadine:
<2 years: Not established
2-5 years: 5 mg PO qd
>6 years: Administer as in adults
Loratadine and pseudoephedrine:
<12 years: Not established
>12 years: Administer as in adults

Ketoconazole, erythromycin, procarbazine, cimetidine, and alcohol may increase loratadine levels

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

May cause headaches; initiate therapy at lower dose in liver and renal impairment

Desloratadine (Clarinex)

Nonsedating second-generation antihistamine. Fewer adverse effects than with first-generation antihistamines. Selectively inhibits peripheral histamine H1 receptors. Relieves nasal congestion and systemic effects of seasonal allergies. Long-acting tricyclic histamine antagonist selective for H1-receptor. Major metabolite of loratadine, which, after ingestion, is extensively metabolized to active metabolite 3-hydroxydesloratadine. Available as tabs, syr (0.5 mg/mL), or PO disintegrating Reditabs (2.5 and 5 mg).

Adult

Desloratadine: 5 mg PO qd
Desloratadine and pseudoephedrine:
Clarinex-D 24 Hour: 5 mg with 240 mg pseudoephedrine; 1 tab PO qd

Pediatric

6-11 months: 1 mg (2 mL of syr) PO qd
1-5 years: 1.25 mg (2.5 mL of syr) PO qd
6-11 years: 2.5 mg (5 mL of syr or Reditab) PO qd
>12 years: Administer as in adults

Limited data exist; erythromycin and ketoconazole increase desloratadine and 3-hydroxydesloratadine plasma concentrations, but no increase of clinically relevant adverse effects, including QTc, has been observed

Documented hypersensitivity to desloratadine or loratadine

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

Decrease dose in hepatic impairment; rarely causes pharyngitis or dry mouth

Fexofenadine (Allegra)

Nonsedating second-generation medication with fewer adverse effects than first-generation medications. Competes with histamine for H1 receptors in GI tract, blood vessels, and respiratory tract, reducing hypersensitivity reactions. Available in qd and bid preparations. Also available combined with pseudoephedrine.

Adult

Fexofenadine: 60 mg PO bid (IR) or 180 mg/d PO (SR)
Fexofenadine and pseudoephedrine:
Allegra-D 12 Hour: 60 mg with 120 mg pseudoephedrine; 1 tab PO bid
Allegra-D 24 Hour: 180 mg with 240 mg of pseudoephedrine; 1 tab PO qd

Pediatric

<6 years: Not established
6-11 years: 30 mg PO bid
>12 years: Administer as in adults

Levels may increase with coadministration of erythromycin and ketoconazole

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

Adjust dose in renal impairment (can be used safely in hepatic impairment without dose reduction)

Intranasal antihistamines

These agents are an alternative to oral antihistamines to treat AR. Currently, azelastine is the only agent available in the United States.

Azelastine (Astelin)

An effective antihistamine delivered via the intranasal route. Mechanism is similar to PO antihistamines. Systemic absorption occurs and may cause sedation, headache, and nasal burning.

Adult

2 sprays/nostril bid (137 mcg/spray)

Pediatric

<5 years: Not established
5-11 years: 1 spray/nostril bid (137 mcg/spray)
>12 years: Administer as in adults

Potentiates CNS depression with alcohol and other CNS depressants; caution with concurrent use of oral antihistamines; when administered PO, serum levels are increased by cimetidine; no effect on QTc when administered PO with ranitidine, theophylline, ketoconazole, or erythromycin

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

Avoid contact with eyes; may cause sedation

Intranasal corticosteroids

This class of medications is most effective. Intranasal corticosteroids are potent anti-inflammatory agents shown to decrease AR symptoms in more than 90% of patients. Presently, 9 medications are available in this class, and all are essentially equivalent in efficacy, although few head-to-head studies have been performed. Mometasone (Nasonex) and fluticasone furoate (Veramyst) have been demonstrated to have a somewhat faster onset of action; however, after one week, no difference is found between medications. Most can be used on a once-daily basis, and all have a similar safety profile. Nasonex is the only medication that did not show an affect on growth at one year. Veramyst did not show a growth affect in a 2-week study that is designed to evaluate for growth affects. A longer study is scheduled to begin in late 2007.

Beclomethasone (Beconase, Vancenase)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation.

Adult

2-4 sprays/nostril bid (42 mcg/spray); titrate to lowest effective dose

Pediatric

<6 years: Not established
6-11 years: 1-2 sprays/nostril bid
>12 years: Administer as in adults

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses

Budesonide (Rhinocort Aqua)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation.

Adult

1-4 sprays/nostril qd or divided bid; titrate to lowest effective dose (32 mcg/spray); not to exceed 4 sprays/nostril/d

Pediatric

<6 years: Not established
6-11 years: 1 spray/nostril qd; may increase to 2 sprays/nostril qd if needed
>12 years: Administer as in adults

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses

Ciclesonide (Omnaris)

Corticosteroid nasal spray indicated for AR. Prodrug that is enzymatically hydrolyzed to pharmacologic active metabolite C21-desisobutyryl-ciclesonide following intranasal application. Corticosteroids have a wide range of effects on multiple cell types (eg, mast cells, eosinophils, neutrophils, macrophages, lymphocytes) and mediators (eg, histamines, eicosanoids, leukotrienes, cytokines) involved in allergic inflammation. Each spray delivers 50 mcg.

Adult

2 sprays (50 mcg/spray) in each nostril qd (ie, 200 mcg/d)

Pediatric

<12 years: Not established
>12 years: Administer as in adults

Data limited; PO ketoconazole increases desciclesonide AUC by approximately 3.5-fold at steady state

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

Caution when replacing systemic corticosteroids because of risk of adrenal insufficiency; may decrease growth velocity in pediatric patients; caution with active or quiescent tuberculosis infection or with untreated fungal, viral, or bacterial infections; rare instances of wheezing, nasal septum perforation, cataracts, glaucoma, and increased intraocular pressure reported

Flunisolide (Nasalide, Nasarel)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation.

Adult

2 sprays/nostril bid or tid; not to exceed 8 sprays/d (25 mcg/spray)

Pediatric

<6 years: Not established
6-14 years: 2 sprays/nostril bid; not to exceed 4 sprays/d

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses

Fluticasone propionate (Flonase)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation.

Adult

1-2 sprays/nostril qd or 1 spray/nostril bid (50 mcg/spray); titrate to lowest effective dose; not to exceed 4 sprays (200 mcg)/d

Pediatric

<4 years: Not established
>4 years: 1 spray/nostril qd; may increase to 2 sprays/nostril if needed

Coadministration with other corticosteroids could increase risk of hypercorticism and/or suppression of HPA; coadministration with CYP450 3A4 isoenzyme inhibitors (eg, amprenavir, atazanavir, darunavir, delavirdine, fosamprenavir, indinavir, ketoconazole, nelfinavir, ritonavir, tipranavir) decreases fluticasone elimination and increases plasma fluticasone levels, case reports of iatrogenic cushingoid symptoms have been reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses

Fluticasone furoate (Veramyst)

Intranasal corticosteroid. Indicated for seasonal and perennial allergic rhinitis. Relieves nasal symptoms associated with allergic rhinitis. Has also demonstrated improvement in allergic eye symptoms. Contains 27.5 mcg/spray.

Adult

110 mcg intranasally qd initially (ie, 2 sprays each nostril qd); once symptoms improve, may decrease to 55 mcg qd (ie, 1 spray each nostril qd)

Pediatric

<2 years: Not established
2-11 years: 55 mcg intranasally qd (ie, 1 spray each nostril qd)
>12 years: Administer as in adults

Coadministration with other corticosteroids could increase risk of hypercorticism and/or suppression of HPA; coadministration with CYP450 3A4 isoenzyme inhibitors (eg, amprenavir, atazanavir, darunavir, delavirdine, fosamprenavir, indinavir, ketoconazole, nelfinavir, ritonavir, tipranavir) decreases fluticasone elimination and increases plasma fluticasone levels, case reports of iatrogenic cushingoid symptoms have been reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

Prime before using for first time by shaking contents and releasing 6 test sprays into air away from face; common adverse effects include headache, nose bleed, and nasal sores; fever occurred more frequently in children aged 2-11 years compared with placebo; epistaxis or sensations of nasal burnings may occur; local candidal infections of nasopharynx have been reported with topical steroid use; always consider potential risk of suppression of HPA when using large dose for prolonged periods; rare cases of cataract, glaucoma, and increased intraocular pressure have been reported following intranasal use of corticosteroids; concomitant use of intranasal corticosteroids and other inhaled and/or systemically absorbed corticosteroids may cause hypercorticism and/or HPA suppression; if exposed to measles or chickenpox, consider prophylactic therapy

Mometasone (Nasonex)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation. Demonstrated no mineralocorticoid, androgenic, antiandrogenic, or estrogenic activity in preclinical trials. Decreases rhinovirus-induced up-regulation in respiratory epithelial cells and modulate pretranscriptional mechanisms. Reduces intraepithelial eosinophilia and inflammatory cell infiltration (eg, eosinophils, lymphocytes, monocytes, neutrophils, plasma cells).

Adult

2 sprays (50 mcg/spray) each nostril qd

Pediatric

<2 years: Not established
2-11 years: 1 spray (50 mcg/spray) each nostril qd
>12 years: Administer as in adults

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses; use with caution in patients with active or quiescent tuberculosis of the respiratory tract; untreated fungal, bacterial, systemic viral infections; or ocular herpes; rare instances of nasal septum perforation and increased IOP have been reported; nasal and inhaled corticosteroids have been associated with development of glaucoma and/or cataracts

Triamcinolone (Nasacort AQ)

May decrease number and activity of inflammatory cells, resulting in decreased nasal inflammation.

Adult

2 sprays/nostril/d initially; titrate to lowest effective dose

Pediatric

<6 years: Not established
6-11 years:
Nasacort: 2 sprays/nostril/d
Nasacort AQ: 1-2 sprays/nostril/d; titrate to lowest effect dose
>12 years: Administer as in adults

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

C – Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus

Precautions

May cause adrenal suppression if overused; monitor for growth suppression in children; most common adverse effect is local irritation; exercise great caution when using nasal and inhaled corticosteroids because doses are additive and adverse effects are much more likely to occur as a result; cushingoid symptoms (eg, round [moon] face, weight gain) may occur with high doses

Intranasal decongestants

Decongestants are effective for short-term symptom control. They decrease nasal discharge and congestion and are available without a prescription. The 2 medications in this group are oxymetazoline hydrochloride (Afrin) and ipratropium bromide (Atrovent). Oxymetazoline hydrochloride is an addictive medication that is effective in shrinking nasal membranes and is not recommended for long-term use. Use of oxymetazoline hydrochloride for more than 7-10 d is habit forming. Patients can be addicted for years at a time. Addiction is termed rhinitis medicamentosa. Ipratropium bromide can be used for a prolonged period of time.

Ipratropium bromide 0.03% or 0.06% (Atrovent)

Anticholinergic used for reducing rhinorrhea in patients with AR or vasomotor rhinitis. An excellent medication for decreasing rhinitis. Nonaddictive and lasts for 12 hours. Does not shrink the nasal mucosa, but inhibits secretion that causes rhinitis. Used alone or in conjunction with other medications.

Adult

2 sprays/nostril bid/tid (21 mcg/spray)

Pediatric

<6 years: Not established
>6 years: Administer as in adults

Drugs with anticholinergic properties (eg, dronabinol) may increase toxicity; albuterol increases effects

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

Avoid contact with eyes; caution in narrow-angle glaucoma, prostatic hypertrophy, and bladder neck obstruction

Intranasal mast cell stabilizers

These are effective therapy for AR in approximately 70-80% of patients. They produce mast cell stabilization and antiallergic effects by inhibiting mast cell degranulation. They have no direct anti-inflammatory or antihistaminic effects and minimal bronchodilator effects. They are effective for prophylaxis. They also clean out antigens mechanically, similar to saline. These products are now available over the counter.

Cromolyn sodium (Nasalcrom)

Used on a daily basis for seasonal or perennial AR. Significant effect may not be seen for 4-7 d. Administer just before exposure in patients with isolated and predictable periods of exposure (eg, animal allergy, occupational allergy). Generally less effective than nasal corticosteroids. Protective effect lasts 4-8 h; thus, frequent dosing is necessary. If desired, may be used with other medicines, including other allergy medicines.

Adult

1 spray/nostril q4-6h (5.3 mg/spray)

Pediatric

<2 years: Not established
>2 years: Administer as in adults

None reported

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

May take up to 4 wk for maximum efficacy; may cause nasal irritation; do not use in severe renal or hepatic impairment; symptoms may recur when drug is withdrawn

Antileukotrienes

Montelukast has been approved as monotherapy for allergic rhinitis. It has been shown to be most effective in patients in whom significant congestion is a primary complaint. It has also been shown to work as adjunctive therapy with present second-generation antihistamines to provide greater relief of symptoms than antihistamines alone. It is beneficial in patients with symptoms in whom present antihistamines are not adequate. A study has shown a combination with cetirizine is as effective as an intranasal corticosteroid. Antileukotriene can also be added to the treatment plan in patients receiving antihistamines and intranasal therapy.

Montelukast (Singulair)

Inhibits airway cysteinyl leukotriene receptors. Because these receptors are found throughout the airway, the medication can mediate the effect in the upper and lower airway.

Adult

10 mg PO qhs

Pediatric

6-23 months: 4 mg (oral granules) PO qhs
2-5 years: 4 mg (chewable tab) PO qhs
6-14 years: 5 mg (chewable tab) PO qhs
>15 years: Administer as in adults

Substrate of CYP2C9 and CYP3A4; rifampin, phenobarbital, or carbamazepine may increase clearance

Documented hypersensitivity

Pregnancy

B – Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions

Not indicated to reverse acute asthma attacks; not for use as monotherapy in management of exercise-induced bronchospasm

DAFTAR PUSTAKA

  • Naclerio R, Solomon W. Rhinitis and inhalant allergens. JAMA. Dec 10 1997;278(22):1842-8. [Medline].
  • Busse W. Allergic rhinitis: charting a course for the 21st century. J Respir Dis. 1998;19:S1-64.
  • Cauwenberge P. Consensus statement on the treatment of allergic rhinitis. Eur Acad Allergology Clin Immunol Allergy 2000; 55 : 116-34.
  • Dibildox J. Safety and efficacy of mometasone furoate aqueous nasal spray in children with allergic rhinitis : Results of recent clinical trials. J Allergy Clin Immunol  2001; 108 : S54-8.
  • Middleton E, Reed C, Ellis E. Allergic and non-allergic rhinitis. In: Allergy: Principles and Practice. Vol 2. 5th ed. Mosby-Year Book; 1998:Chapter 70.
  • Plevkova J, Brozmanova M, Pecova R, Tatar M. Effects of intranasal histamine on the cough reflex in subjects with allergic rhinitis. J Physiol Pharmacol. Sep 2005;56 Suppl 4:185-95. [Medline].
  • Settipane RJ, Hagy GW, Settipane GA. Long-term risk factors for developing asthma and allergic rhinitis: a 23-year follow-up study of college students. Allergy Proc. Jan-Feb 1994;15(1):21-5. [Medline].
  • Spector S. Pathophysiology and pharmacotherapy of allergic rhinitis. Foreword. J Allergy Clin Immunol. Mar 1999;103(3 Pt 2):S377. [Medline].
  • Sublett JL. The environment and risk factors for atopy. Curr Allergy Asthma Rep. Nov 2005;5(6):445-50. [Medline].
  • Wheeler PW, Wheeler SF. Vasomotor rhinitis. Am Fam Physician. Sep 15 2005;72(6):1057-62. [Medline].
  • Christodoupoulos P, Cameron L, Durham S, Hamid Q. Molecular pathology of allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 : 211-23.
  • Meltzer EO. Quality of life in adults and children with allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2001; 108 : S45-53.
  • Delafuente JC, Davis TA, Davis JA. Pharmacotherapy of allergic rhinitis. Clin Pharm. Jul 1989;8(7):474-85. [Medline].
  • Hemp P. Presenteeism: at work–but out of it. Harv Bus Rev. Oct 2004;82(10):49-58, 155. [Medline]
  • Hussain I, Kline JN. DNA, the immune system, and atopic disease. J Investig Dermatol Symp Proc. Jan 2004;9(1):23-8. [Medline]
  • LaForce C. Use of nasal steroids in managing allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. Mar 1999;103(3 Pt 2):S388-94. [Medline]
  • Lange B, Lukat KF, Rettig K, et al. Efficacy, cost-effectiveness, and tolerability of mometasone furoate, levocabastine, and disodium cromoglycate nasal sprays in the treatment of seasonal allergic rhinitis. Ann Allergy Asthma Immunol. Sep 2005;95(3):272-82. [Medline]
  • Ledford DK, Lockey RF. Allergic rhinitis: understanding the process. J Respir Dis. 1998;19(7):576-84
  • Crystal-Peters J, Neslusan C, Crown WH, et al. Treating allergic rhinitis in patients with comorbid asthma: the risk of asthma-related hospitalizations and emergency department visits. J Allergy Clin Immunol. Jan 2002;109(1):57-62. [Medline].
  • Gendo K, Larson EB. Evidence-based diagnostic strategies for evaluating suspected allergic rhinitis. Ann Intern Med. Feb 17 2004;140(4):278-89. [Medline].
  • Malone DC, Lawson KA, Smith DH, et al. A cost of illness study of allergic rhinitis in the United States. J Allergy Clin Immunol. Jan 1997;99(1 Pt 1):22-7. [Medline].
  • Aaronson DW. Side effects of rhinitis medications. J Allergy Clin Immunol. Feb 1998;101(2 Pt 2):S379-82. [Medline].
  • Allergies in America. Allergies in America Executive Summary. myallergiesinamerica. Available at http://www.myallergiesinamerica.com/pdfs/myaia.pdf. Accessed June 2007.
  • Day J. Pros and cons of the use of antihistamines in managing allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. Mar 1999;103(3 Pt 2):S395-9. [Medline].
  • Day JH, Briscoe M, Widlitz MD. Cetirizine, loratadine, or placebo in subjects with seasonal allergic rhinitis: effects after controlled ragweed pollen challenge in an environmental exposure unit. J Allergy Clin Immunol. May 1998;101(5):638-45. [Medline].
  • Pullerits T,Prack L, Ristioja V, Lotvail J. Comparison of a nasal glucocorticoid, antileukotriene, and a combination of antileukotriene and antihistamine in the treatment of seasonal allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2002; 109 : 949-55.
  • International Consensus Report on The Management of Rhinitis Allergy. Mechanisms of rhinitis. Eur J Allergy Clin Immunol (suppl) 1994; 49:7-18.
  • Peter HH, Stephen TH. Mechanism of allergic rhinitis. Dalam: Charles KN, David GT, penyunting. Childhood rhinitis and sinusitis. 1990; 1:7-23.
  • Mygind N. Essential allergy. Oxford: BIackwell Scientific, 1986; 279-324.
  • Special considerations. International consensus report on the management of rhinitis allergy. Eur J Allergy Clin Immunol (suppl) 1994; 49:25-34.
  • Slavin RG. Rhinitis, sinusitis, otitis, and oral lesions. Dalam: Lockey RF, Bukantz SC, penyunting. Principles of immunology and allergy. Philadelphia: WB Saunders, 1987; 27-44.

 

Provided by

DR WIDODO JUDARWANTO SpA
children’s ALLERGY CLINIC 

JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

PHONE : (021) 70081995 – 5703646

email :  judarwanto@gmail.com\ 

htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/ 

 

 

Copyright © 2009, Children Allergy Clinic Information Education Network. All rights reserved.


Responses

  1. Terima kasih tulisan artikelnya yang sangat lengkap memberikan informasi ttg rhinitis alergica. Semula saya tidak tahu penyakit yang saya alami yang gejalanya persis seperti pada artikel ini, tapi Alhamdulillah sekarang lebih sehat setelah dilakukan Imuno therapy oleh dokter spesialis asma dan alergi selama lebih kurang hampir 2,5 tahun karena kata dokter sy mengalami Rhinitis Alergica Berat.


Leave a comment

Categories