Posted by: Indonesian Children | March 25, 2009

Alergi makanan, Komplikasi dan Permasalahannya

 ALERGI MAKANAN, KOMPLIKASI DAN PERMASALAHANNYA

                  

Dr Widodo Judarwanto SpA

 

Pendahuluan 

Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan kesehatan  di masa yang akan datang. Penyakit infeksi tampaknya akan semakin berkurang karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pencegahan penyakit infeksi. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan secara baik dan benar baik oleh para orang tua atau sebagian kalangan dokter sekalipun.

 

 Penderita yang datang ke dokter spesialis anak atau Pusat Pelayanan Kesehatan Anak lainnya tampaknya semakin didominasi oleh kelainan alergi pada anak.  Ada kecenderungan bahwa diagnosis alergi ini belum banyak ditegakkan. Pada umumnya tanda dan gejala alergi itu sendiri masih banyak yang belum diungkapkan oleh para dokter. Sehingga penanganan penderita alergi  belum banyak dilakukan secara benar dan paripurna. Beberapa orang tua yang mempunyai anak alergi sering terlihat putus asa karena penyakit tersebut sering kambuh dan terulang. Padahal anak sudah berkali-kali minum obat bahkan antibiotika yang paling ampuh sekalipun. Ditandai dengan seringnya berpindah-pindah dokter anak karena sakit yang diderita anaknya tidak kunjung membaik.

 

 Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah diketahui. Sebelumnya kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, dokter spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal. Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Alergi pada anak  sangat beresiko untuk mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

 

Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan dan perkembangan Anak secara optimal. BBC  tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa ada   kecendurangan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat pesat dalam 20 tahun terahkir, 30% orang berkembang menjadi alergi setiap saat. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma. 6 juta orang mempunyai dermatitis. Lebih banyak lagi  9 juta orang hay fever

Di Inggris tahun 2000  dilaporkan  70% penderita alergi mengalami serangan alergi lebih dari 7 tahun Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi dalam 5 tahun, tetapi 22% menderita alergi sebe;um menemukan penyebabnya. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala seumur hidupnDi Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 – 2,5% pada dewasa, pada anak

sekitar 6 – 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang meninggal karena  alergi makanan. Penyebab kematian tersebut biasanya karena anafilaktik syok, tersering karena kacang tanah. Lebih 160 makanan dikaitkan dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat  penderita alergi di Negara berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat

Prof Wüthrich tahun 2001  melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian alergi pada anak di Eropa meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terahkir, terutama dalam sepuluh tahun terahkir meningkat sangat pesat.

 

 Di Indonesia angka kejadian alergi pada anak belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-40% anak pernah mengalami alergi makanan. Di Negara berkembang angka kejadian alergi yang dilaporkan masih rendah. Hal ini berkaitan dengan masih tingginya kesalahan diagnosis atau under diagnosis dan kurangnya perhatian terhadap alergi dibandingkan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atau diare yang dianggap lebih mematikan 

 

 Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan.  Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease  yaitu Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan. Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1. Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase  atau respon idiosinkrasi pada pejamu

 

PATOFISIOLOGI

  • Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks  dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan inflamasi.
  • Alergen di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Alergen makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
  • Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat (delayed onset reaction).
  • Immediate Hipersensitivity atau reaksi cepat terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell& Coombs). Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan alergi.Delayed Hipersensitivity atau reaksi lambat terdapat 3 kemungkinan, yaitu terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, reaksi hipersensitifitas  tipe III dan reaksi hipersensitifitas tipe  IV.  Terjadi lebih dari 8 jam setelah terpapar allergen.
  • Reaksi tipe III dihubungkan dengan bukti ditemukannya IgG terhadap susu dalam sirkulasi anak yang alergi susu. Sedangkan reaksi tipe IV secara invitro terbukti dengan reaksi selular terhadap fraksi protein susu melalui uji stimulasi limfosit, uji tranformasi blast dan uji hambatan migrasi leukosit.
  • Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran mediator  yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.

 

ETIOLOGI

Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.

 

Faktor genetik

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 – 40%,. Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 –  70%.

      Untuk mengetahui resiko alergi pada anak kita harus mengetahui bagaimana gejala alergi pada orang dewasa. Gejala alergi pada orang dewasa juga bisa mengenai semua organ tubuh dan sistem fungsi tubuh.

Disamping tanda dan gejala alergi yang berkaitan dengan organ tubuh manusia, terdapat beberapa tanda umum pada penderita alergi. Menurut Richard Mackarness tahun 1992 berpendapat terdapat 5 gejala kunci pada alergi dewasa adalah :

1.    Berat badan yang berlebihan atau sebaliknya berat badan kurang.

2.    Kelelahan terus menerus dalam beberapa saat dan tidak lenyap walaupun telah beristirahat.

3.    Terjadi pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen, pergelangan kaki.

4.    Denyut jantung yang cepat dan berdebar-debar, khususnya setelah makan

5.    Keringat yang berlebihan walupun tidak berolahraga.

Kriteria tersebut berlaku bila dokter tidak menemukan penyebab atau gangguan penyakit lain yang mengakibatkan gejala tersebut.           

Imaturitas usus

Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secra imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.

 

Pajanan alergi

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. mPewmberian PASI meningkatkan angka kejadian alergi

 

PENYEBAB ALERGI

     Gejala dan tanda alergi pada anak dapat ditimbulkan oleh adanya alergen sebagai penyebab yang diterima oleh di antaranya dapat dilihat pada table 2.

Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula atau furunkel. Sedangkan buah-buahan menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan gejala tertentu.

 

           Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan.

 

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab  serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai  terpapar penyebab alergi maka  keluhan atau gejala alergi  yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak terkena penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan atau kelahan seorang penderita asma tidak kambuh. Berarti saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya.

 

MANISFESTASI KLINIK

            Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu.  Bagaimana keluhan  yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). 

            Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh anak.. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa  terjadi.

 

 

Tabel 2. MANIFESTASI YANG SERING MENYERTAI PENDERTALERGI PADA BAYI BARU LAHIR HINGGA 1 TAHUN

 

ORGAN/SISTEM TUBUH

GEJALA DAN TANDA

1
Sistem Pernapasan
Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The newborn), cold-like respiratory congestion (napas berbunyi/grok-grok).
2
Sistem Pencernaan
sering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering “ngeden”, sering mulet, meteorismus,  muntah, sering flatus,  berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.                                                                          
3
Telinga Hidung Tenggorok
Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung berlebihan. Cairan telinga berlebihan. Tangan sering menggaruk atau memegang telinga.
3
Sistem Pembuluh  Darah dan jantung
Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah
4
Kulit
Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers dermatitis.                                                           urticaria, insect bite,  berkeringat berlebihan.
5
Sistem Saluran Kemih
Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol) Frequent, urgent or painful urination; inability to control bladder; bedwetting; vaginal discharge; itching, swelling, redness or pain in genitals; painful intercourse.
6
Sistem Susunan Saraf Pusat
Sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar, bahkan hingga kejang.
7
Mata
Mata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil pada mata, conjungtivitis vernalis.

 

MANIFESTASI YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI PADA ANAK USIA LEBIH 1 TAHUN

 

 

ORGAN/SISTEM TUBUH

GEJALA DAN TANDA

1

Sistem Pernapasan

Batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak(astma), sering menggerak-gerakkan /mengusap-usap hidung

2

Sistem Pencernaan

 

 

Nyeri perut, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangguan  buang air besar (kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden), kembung, muntah, sulit berak, sering flatus, sariawan, mulut berbau.                                                              

3

Telinga Hidung Tenggorok

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post nasal drip, epitaksis, salam alergi, rabbit nose, nasal creases                                                             Tenggorok :  tenggorokan nyeri/kering/gatal,  palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek (berdehem),                  Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh/berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul,  terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.

3

Sistem Pembuluh  Darah dan jantung

Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah,

4

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk,  berkeringat berlebihan.

5

Sistem Saluran Kemih dan kelamin

Nyeri, urgent atau sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol); tidak mampu mengintrol kandung kemih; mengeluarkan cairan di vagina; gatal, bengkak atau nyeri pada alat kelamin. Sering timbul infeksi saluran kencing

6

Sistem Susunan Saraf Pusat

NEUROANATOMIS :Sering sakit kepala, migrain, kejang gangguan tidur.

NEUROANATOMIS FISIOLOGIS: Gangguan perilaku : emosi berlebihan, agresif, impulsive, overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.

6

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher

7

Mata

Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata. Allergic shiner (kulit di bawah mata tampak ke hitaman).

 

 

 

DIAGNOSIS

        Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan  eliminasi dan provokasi.

        Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan kebiasaan makan makanan tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika Serikat terbanyak disebabkan karena protein susu sapi, sereal, telur, ikan dan kedelai. Pada usia lebih tua coklat, kacang tanah lebih berperanan.

 

PROVOKASI MAKANAN SECARA BUTA (DOUBLE BLIND PLACEBO CONTROL FOOD CHALENGE = DBPCFC)

Berbagai klinik alergi berbeda dlam melakukan eliminasi dan provokasi. Cara tersering dipakai adalah provokasi makanan secara buta. Makanan penderita dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet sehari-hari. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai.

        Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut allergen bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi.

 

PENATALAKSANAAN

Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun  anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.

Obat-obatan simtomatis, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen, ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi gejala sementara, tetapi umumnya mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.

 

 

PERMASALAHAN ALERGI PADA ANAK

      

Permasalahan alergi pada anak mungkin tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan . Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi  tampaknya merupakan akibat yang harus lebih diperhatikan demi terbentuknya Pertumbuhan dan Perkembangan Anak yang optimal. Permasalahan penanganan alergi pada anak yang sering kita temukan adalah :

 

1. ALERGI MASIH MISTERIUS

Dewasa ini tehnologi kedokteran telah maju demikian pesat terutama ilmu alergi dan imunologi, Namun tampaknya kasus alergi masih banyak yang belum terungkap terutama patogenesis penyakit. Manifestasi klinis yang menyerang berbagai organ tubuh belum bisa dijelaskan secara lengkap. Sehingga penatalaksanaan dan pencegahan alergi belum dapat memuaskan secara optimal.

 

2. PERHATIAN TERHADAP ALERGI PADA ANAK KURANG

Di negara berkembang termasuk Indonesia, perhatian dokter atau klinisi lainnya terhadap kasus alergi pada anak sangat kurang dibandingkan persoalan infeksi. Sehingga sering terjadi under diagnosis dalam  penegakkan diagnosis. Alergi sering dianggap sebagai penyakit infeksi baik akut maupun kronis. Sehingga banyak keluhan atau gejala alergi sering di obati dengan antibiotika. Sering dijumpai keluhan Batuk Kronis berulang atau alergi pencernaan dengan gangguan kenaikkan berat badan karena alergi sering diobati sebagai penyakit kronis seperti Tuberkulosis (TBC), infeksi parasit cacing, infeksi saluran kemih atau infeksi kronis lainnya. Karena memang tanda dan gejala alergi memang mirip dengan gejala infeksi kronis seperti kronis tersebut.

       Sering terjadi orang tua penderita mengetahui kalau anaknya menderita alergi setelah sekian lama menderita, bahkan banyak juga yang baru mengetahui anaknya alergi setelah berganti banyak dokter.

 

3. PENATALAKSANAAN ALERGI BELUM OPTIMAL

Penanganan alergi sering tidak paripurna dan menyeluruh, karena hanya mengandalkan pemberian obat-obatan tidak memperhatikan pencetus atau pemicunya. Terdapat kecenderungan pasien akan minum obat dalam jangka panjang. Padahal pemberian obat jangka sangat berbahaya, terutama obat golongan steroid. Tindakan paling ideal menghentikan gejala alergi adalah dengan menghindari pencetusnya. Dalam penatalaksanaan alergi yang paling diutamakan adalah masalah edukasi ke penderita.

 

4. KELUHAN BERULANG

Sering kambuh dan berulangnya keluhan alergi, sehingga sering orang tua frustasi akhirnya berpindah-pindah ke beberapa dokter. Bila penatalaksanaan alergi tidak dilakukan secara baik dan benar maka keluhan alergi akan berulang dan ada kecenderungan membandel. Berulangnya kekekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran  biaya kesehatan. Tetapi yang harus lebih diperhatikan adalah meningkatkannya resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang para klinisi memberikan antibiotika dan steroid dalam jangka waktu yang lama.

Setelah berganti-ganti dokter biasanya orang tua pasien baru menyadari sepenuhnya kalau anaknya alergi setelah mengalami sendiri kalau keluhannya membaik setelah dilakukan penghindaran makanan tanpa harus minum obat.

 

5. TIMBULNYA KOMPLIKASI

        Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya gangguan pertumbuhan : malnutrisi, berat badan sulit naik, kesulitan makan berulang dan lama.  Kadangkala juga bias terjadi sebaliknya yaitu menimbulkan kegemukan.

        Sedangkan komplikasi yang cukup mengganggu adalah adanya gangguan perkembangan berupa gangguan belajar, gangguan pemusatan perhatian, gangguan emosi, agresif, keterlambatan bicara, keterlambatan bicara, bahkan dapat memicu atau memperberat gejala autisme.

 

6. MENGGANGGU PRESTASI SEKOLAH           

Mengganggu prestasi sekolah, karena seringnya absen di pelajaran sekolah dan yang     lebih utama juga disebabkan adanya gangguan belajar, gangguan konsentrasi  atau pemusatan  perhatian  dan gangguan perilaku lainnya yang disebabkan karena terganggunya fungsi otak pada penderita alergi.

 

7. KONTROVERSI

Dalam beberapa puluh tahun lamanya mungkin sering dihadapi oleh masyarakat pada umumnya, masih sering terjadi kontroversi tentang penyakit alergi dan hipersensitiFitas makanan. Sering terjadi bukan hanya pada orang awam di kalangan dokterpun masih banyak terjadi perbedaan pendapat. Seorang penderita alergi dan hipersensitivitas makanan mendapat advis dari seorang dokter untuk menghindari makanan tertentu untuk mengurangi keluhan penyakitnya. Tetapi dokter lainnya mengatakan tidak perlu menghindari makanan tersebut, karena makanan tidak berhubungan dengan penyakitnya. Sebagian dokter berpendapat, bahwa gejala alergi dan hipersensitivitas makanan jarang ditemukan.  Ada pendapat alergi dan hipersensitivitas makanan hanya berkaitan dengan sedikit penyakit dan sangat jarang menyangkut bahan makanan. Makanan yang diakui sebagai penyebab alergi masih sangat terbatas misalnya gluten susu dan ikan. Sedangkan kubu dokter lain berpendapat alergi dan hipersensitivitas makanan sangat umum dan bersembunyi dibalik berbagai kelainan yang hingga sekarang tak dapat disembuhkan, seperti radang sendi (artritis), eksim (dermatitis atau alergi kulit), migren (sakit kepala sebelah). Mereka ingin mengungkapkan bahwa seluruh permasalahan kesehatan dapat dicetuskan dan disembuhkan dengan penanganan alergi dan hipersensitivitas makanan. Timbul pendapat bahwa penyebab alergi makanan tidak dibatasi, semua jenis makanan atau minuman dapat dianggap sebagai penyebab alergi.

Pada umumnya kubu dokter yang sering berseberangan dengan fakta alergi makanan berpengaruh terhadap berbagai gangguan fungsi tubuh tersebut tidak pernah bisa menjelaskan mengapa berbagai kelainan dan gangguan tubuh tersebut terjadi. Karena, memang saat ini berbagtai gangguajh tersebut pada umumnya belum diketahui sebabnya secara pasti.

Bahkan bahan bukan makanan dapat menyebabkan alergi seperti semprotan rambut, uap obat nyamuk, uap bensin, plastik dan semua bahan kimia yang potensial mengganggu dalam lingkungan kita. Penyebab alergi lainnya yang sudah lama diyakini dan tidak disangsikan lagi adalah debu, kutu, bulu binatang, serbuk sari atau bulu unggas lainnya.

Suasana perbedaan pendapat tersebut jauh dari suasana kekeluargaan. Ungkapan dari berbagai pihak seperti “tak terbukti”, “berbahaya”, “orientasi obat”, “berpikiran sempit”, “tidak ilmiah” atau “tidak kompeten” secara tak sadar secara langsung diterima oleh pasien. Jika para pakar medis sudah berbeda pendapat secara tajam, maka orang awam menjadi bingung karena pendapat berbagai dokter berlainan. Dalam menghadapi kontroversi ini tidak heran bila masyarakat semakin bingung tak tahu harus minta bantuan kemana.

 

PENCEGAHAN  ALERGI PADA ANAK

Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek, nenek atau saudara dekat lainnya  yang alergi atau asma. Bila anak sudah mengalami manifestasi alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin deteksi sejak kehamilan maka harus dilakukan pencegahan sejak dini. Resiko alergi pada anak dikemudian hari dapat dihindarkan bila kita dapat mendeteksi sejak dini.    

 

Ada beberapa upaya pencegahan  yang perlu diperhatikan supaya anak terhindar dari keluhan alergi yang lebih berat dan berkepanjangan :

  • Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu.
  • Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden tebal, kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang (bulu binatang piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk.
  • Tunda pemberian makanan penyebab alergi, seperti telor, kacang tanah dan ikan di atas usia 2-3 tahun. Bila membeli makanan dibiasakan untuk mengetahui komposisi makanan atau membaca label komposisi di produk makanan tersebut.
  • Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi.Bila ASI tidak memungkinkan atau kalau perlu kurang gunakan susu hipoalergenik formula. 
  • Bila timbul gejala alergi, identifikasi pencetusnya dan hindari. 

RINGKASAN

 

  • Permasalahan alergi pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang telah  diketahui. Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi  tampaknya merupakan akibat yang harus lebih diperhatikan demi terbentuknya tumbuh dan kembang Anak yang optimal.
  • Penatalaksanaan Alergi pada anak diharapkan dilakukan dengan paripurna dan menyeluruh sehingga kesalahan diagnosis atau kesalahan penanganan  serta komplikasi yang dapat ditimbulkan dapat dicegah.
  • Pemeriksaan alergi berupa tes kulit, dan RAST  sangat terbatas sebagai alat diagnosis. Sehingga tidak boleh menghindari makanan penyebab alergi berdasarkan karena tes kulit alergi. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi. Paling ideal dalam  mencegah timbulnya alergi adalah menghindari pencetus atau penyebabnya. Hal ini memerlukan pengamatan yang cermat dan kerjasma yang baik antara dokter, pasien dan keluarga.
  • Resiko dan gejala alergi bisa diketahui dan di deteksi sejak dalam kandungan dan sejak lahir, sehingga pencegahan gejala alergi dapat dilakukan sedini mungkin kalau perlu sejak dalam kandungan. Resiko terjadinya komplikasi dan gangguan organ atau sistem tubuh diharapkan dapat dikurangi.

 

XIV. Daftar Pustaka

 

  1. Reingardt D, Scgmidt E. Food Allergy.Newyork:Raven Press,1988.
  2. Walker-Smith JA, Ford RP, Phillips AD. The spectrum of gastrointestinal allergies to food. Ann Allergy 1984;53:629-36.
  3. Judarwanto W. General manifestation of allergy in children under 5 years, 2003. (unpublished)
  4. Hill DJ, Firer MA, Shelton MJ, Hosking CS. Manifestations of milk allergy in infancy: clinical and immunologic findings. J Pediatr 1986;109:270-6.
  5. Powell G. Milk and soy induced enterocolitis of infancy; clinical features and standardization of challenge. J Pediatr 1978;93:553-60.
  6. Judarwanto W. Manifestation of allergy in infancy,2002. (unpublished) 
  7. Ellen W. Cutler.The Food Allergy Cure: A New Solution to Food Cravings, Obesity, Depression, Headaches, Arthritis, & Fatigue.London 2003.
  8. Judarwanto W.  Behaviour disturbance  in children allergies with gastrointestinal manifestation, 2002. (unpublished)
  9. Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.
  10. King WP. Food hypersensitivity in otolaryngology. Manifestations, diagnosis, and treatment. Otolaryngol Clin North Am. 1992;25(1):163-179.
  11. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.
  12. Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol. 1997;79(1):35-42.
  13. Rinkel HJ. Food Allergy. J Kansas Med Soc. 1936;37:177.
  14. Frederick JK. Food intolerance and food allergy. Scweiz Med Wochenschr. 1999;129(24):9280933.
  15. Harley RD.Pediatric Opthalmology, Philadelphia, 1975. W.B. Saunders Companya.
  16. Harper J, Oranye A, Prose N ed. Textbook  pediatric dematology. London : Balckwell Science, 2000.h:1730-1760
  17. Kitts D, Yuan Y. Joneja J, et al. Adverse reactions to food constituents: allergy, intolerance , and autoimmunity. Can J Physiol Pharmacol. 1997;75(4):241-254.
  18. Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J.  Epidemiology and chronology of allergic diseases and their risk factors.  Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97
  19. Jolicoeur LM, Boyer JG, Reeder CE, Turner J. Influence of asthma or allergies on the utilization of health care resources and quality of life of college students. J Asthma. 1994;31(4):251-267.
  20. Eigenmann PA, Sicherer SH, Borkowski TA, et al.  Prevalence of IgE-mediated food allergy among children with atopic dermatitis.  Pediatrics. 1998;101(3):E8.
  21. Hill DJ, Hosking CS, Heine RG. Clinical spectrum of food allergy in children in Australia and South-East Asia: identification and targets for treatment. Ann Med. 1999;31(4):272-281.
  22. Keith Mumby. Allergy Handbook,Dunitz London, 1988;12-54.
  23. Kulig M, Bergmann R, Klettke U, et al.  Natural course of sensitization to food and inhalant allergens during the first 6 years of life. J Allergy Clin Immunol. 1999;103(6):1173-1179.
  24. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
  25. Opper FH, Burakoff R. Food allergy and intolerance. Gastroenterologist. 1993;1(3):211-220.
  26. Bielory L. (2000) Allergic and immunologic disorders of the eye. Part II: Ocular allergy. J Allergy Clin Immunol 106: 1019-32.
  27. Ahmed T, Sumazaki R, Shin K, et al. Humoral immune and clinical responses to food antigens following acute diarrhoea in children. J Paediatr Child Health. 1998;34(3):229-232.
  28. Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.
  29. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
  30. Van d Laar MA, Aalbers M, Bruins FG, et al. Food intolerance in rheumatoid arthritis. II. Clinical and histological aspects.  Am Rheum Dis. 1992;51(3):303-306.
  31. Schrander JJ, Marcelis C, deVried MP, van Santen Hoeufft HM. Does food intolerance play a role in juvenile chronic arthritis? Br J Rheumatol. 1997;36(8):905-908.
  32. Corrado G, Luzzi I, Lucarelli S, et al. Positive association between Helicobacter pylori infection and food allergy in children. Scand J Gastroenterol. 1998;33(11):1135-1139.
  33. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
  34. Nolan A, Lamey PJ, Milligan KA, Forsyth A. Recurrent aphthous ulceration and food sensitivity. J Oral Pathol Med. 1991;20(10):473-475.
  35. Tirosh E, Scher A, Sadeh A, Jaffe M, Lavie P. Sleep characteristics of asthmatics in the first four years of life: a comparative study. Arch Dis Child 1993 Apr;68(4):481-3.
  36. Judarwanto W. Night sleeps disturbance in children with allergic manifestation under 2 old years. 2003 (unpublished)
  37. Kitts D, Yuan Y. Joneja J, et al. Adverse reactions to food constituents: allergy, intolerance , and autoimmunity. Can J Physiol Pharmacol. 1997;75(4):241-254.
  38. Trotsky MB. Neurogenic vascular headaches, food and chemical triggers.  Ear Nose Throat J. 1994;73(4):228-230, 225-236.
  39. Egger J, Carter CH, Soothill JF, Wilson J. Effect of diet treatment on enuresis in children with migraine or hyperkinetic behavior. Clin Pediatr (Phila). 1992;31(5):302-307.
  40. Majamaa H, Miettinen A, Laine S, Isolauri E. Intestinal inflammation in children with atopic eczema: a faecal eosinophil cationic protein and tumour necrosis factor-alpha as non-invasive indicators of food allergy.  Clin Exp Allergy. 1998;26(2):181-187.
  41. Dreborg S. Skin testing in the diagnosis of food allergy. Allergy Proc. 1991;12(4):251-254.
  42. Slavin RG. Diagnositic test in  allergy. In: Fireman P, Slavin RG, editor : Atlas of Allergies. Philadelphia: JB Lippincot, 1999; 31-32 
  43. Overview Allergy Hormone.Htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
  44. Allergy induced Behaviour Problems in children. Htpp://www.allergies/wkm/behaviour:
  45. Brain allergic in Children.Htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.
  46. Chandra RK, Puri S. Influence of maternal food antigen avoidance during pregnancy and lactation on incidens of atopic eczema in infants.Clin Allergy 1986;16:563-9.
  47. De Seta, Siani P, Cirilo G, Di Gruttola, Cimaduomo L, Coletta S. Prevention of Allergic disease by an hypoallergenic formula: preliminary result at 24 months follow-up. Medical and surgical Pediatric 1994;16:251-4.
 
Link dan artikel Terkait :

Supported by

children’s ALLERGY Center. Yudhasmara Foundation

JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

PHONE : (021) 70081995 – 5703646  www.childrenallergyclinic.wordpress.com/

  

Clinical and Editor in Chief :

Dr Widodo Judarwanto SpA, pediatrician

email : judarwanto@gmail.com,

Copyright © 2010, Clinic For Children Information Education Network. All rights reserved

 

 

 

 

 

                                                                                                            

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider. 

 

 

 

Copyright © 2010, Children Allergy Center Information Education Network. All rights reserved.


Responses

  1. […] Bila gangguan Autis, gangguan kecerdasan dan gangguan pendengaran maka biasanya masuk golongan keterlambatan bicara fungsional. Biasanaya gangguan ini ringan dan dengan pertambahan usia atau setelah usia 2 tahun membaik dengan cepat. Biasanya gangguan ini bukan masalah karena kurang stimulasi, terlalu banyak melihat televisi  karena yang terjadi adalah gangguan ekspresi atau gangguan koordinasi gerakan mulut. Hal ini terbukti bahwa dalam saudara yang sama faktor stimulasi dan melihat televisi sama tetapi anak yang satu terlambat bicara dan anak l;ain tidak terlambat bicara. Mungkin saja faktor tersebut hanya memperberat bukan penyebab utama. Gangguan kelompok ini sering terjadi pada penderita yang mengalami alergi dan hipersenitifitas makanan. (baca : Permasalahan Alergi Makanan ) […]

  2. […] penderita yang mengalami alergi dan hipersenitifitas makanan. (baca : Permasalahan Alergi Makanan atau baca : Adakah hubungan keterlambatan bicara, GER (kebiasaan muntah)  dan Alergi makanan […]


Leave a comment

Categories