Posted by: Indonesian Children | January 6, 2009

ALLERGY MARCH ATAU PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT ALERGI PADA MANUSIA

2allergy-march1

 

POINT INTEREST :  

 

SETIAP PERBEDAAN USIA ORGAN TUBUH YANG TERGANGGU KARENA ALERGI BERPINDAH, BUKAN BERARTI ALERGI SEMBUH PADA USIA TERTENTU

 

PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT ALERGI : SEBUAH INFORMASI KLINIS UNTUK PENCEGAHAN ALERGI SAAT DEWASA  

 

Dr Widodo Judarwanto SpA

CHILDREN ALLERGY CLINIC
PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN)
Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat Jakarta Indonesia
telp : (021) 70081995 – 70081995

email : judarwanto@gmail.com , https://childrenallergyclinic.wordpress.com/ 

 

 


Berbagai pendapat dan teori baik dari kalangan awam dan para ahli tentang perjalanan alergi sangat beragam. Sebagian orang awam meyakini dahulu dirinya mengalami asma pada saat usia anak, tetapi setelah rajin olahraga dan berenang asmanya hilang. Orang lain berkesaksian setelah minum vitamin, atau darah ular asmanya hilang. Sedangkan orangtua lain menceritakan setelah sering bermain di pantai asmanya hilang. Sedangkan dokter berpendapat lain, setelah memberikan pasiennya obat pencegahan asma golongan ketotifen, gejala asma pasiennya menghilang setelah usia 12 tahun. Benarkah berbagai hal tersebut dapat menghilangkan penyakit asma?
Ternyata berbagai penelitian mengungkapkan bahwa terdapat Allergy March atau perjalanan alamiah penyakit alergi yang timbul sesuai dengan perkembangan usia. Perjalanan alamiaH alergi tersebut menunjukkan bahwa pada usia tertentu manifestasi klinisatau organ tubuh yang terganggu tampak berbeda. Meskipun banyak variasi Allergy March yang terjadi tetapi secara umum digambarkan setiap usia manifestasi organ yang terganggu berbeda. Pada usia sejak lahir hingga usia 5-7 tahun organ tubuh yang sangat sensitif adalah kulit dan saluran cerna. Setelah itu saluran napas termasuk asma dan hidung mulai sering terganggu. Pada usia remaja setalah memasuli usia dewasa asma berkurang tetapi gangguan hidung masih berkepanjangan.
Tampaknya fenomena perjalanan alamiah alergi inilah yang menunjukkan pada usia tertentu asma akan menghilang. Hal inilah yang sering dikaitkan dengan intervensi upaya pengobatan pada penyakit asma dan tingkat keberhasilannya. Contohnya, gangguan kulit, saluran cerna dan asma dianggap hilang saat usia tertentu karena olah raga renang, bermain dipantai, minum darah ular, atau binatang ”tokek”. Tetapi orangtua jangan berharap senang, karena ternyata setelah gangguan kulit, gangguan saluran cerna dan asmanya menghilang orag tubuh yang terganggu adalah hidung. Jadi, sebenarnya alegi tidak membaik, hanya organ tubuh yang terganggu berpindah tempat dari kulit, ke asma dan berikutnya ke hidung.
 


MENGAPA TERJADI ALERGI MARCH

Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus. Alergi bersifat genetik dan dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Faktor penyebab terjadi alergi yang lain adalah factor imaturitas saluran cerna atau ketidakmatangan saluran cerna. Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. Faktor pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan.
Faktor imaturitas saluran cerna inilah tampaknya yang bnerperanan dalam perjalanan alamiah alergi seseorang. Saat usia sejak lahir ketidak matangan saluran cerna sangat berat pada bayi tertentu seperti sering muntah, kolik, dan gangguan kulit. Seiring dengan pertambahan usia, setelah 3 bulan kolik berangsur berkurang, usia 6 hingga 2 tahu keluhan muntah berkurang.

PERIODE JANIN
Alergi adalah penyakit dengan pola Th2. Pada orang normal yang non atopi, pola sitokin Th1 dan Th2 dalam keadaan seimbang. Sedangkan pada penderita atopi, keseimbangan lebih berat pada pola sitokin Th2 . Pada masa kehamilan dominasi juga pada pola sitokin Th2. Sawar darah placenta masih transparan terhadap alergen dalam lingkungan ibu. Faktor lingkungan dapat bekerja sebelum dan sesudah lahir. Faktor lingkungan sebelum lahir dapat mempengaruhi diferensiasi sel T yang allergen spesifik menjadi fenotipe Th2, sehingga alergi atopi sudah bekerja sebelum lahir. Kehamilan yang berhasil ditandai dengan pergeseran Th1 ke Th2 di fase antar fetomaternal untuk mengurangi reaktifitas sistem imun maternal terhadap allograft janin. Setelah kelahiran sistem imán menjadi matang, kesimbangan bergeser ke arah Th1, sehingga profil sitokin Th1 daTh2 menjadi seimbang. Pada bayi yang punya bakat atopi keseimbangan ini tidak pernah tercapai sehingga dominasi Th2 terus terjadi, mengakibatkan sensitisasi dan timbulnya gangguan alergi. Dalam perkembangan terakhir ditemukan T regulator, sehingga ada peluang terjadi supresi imun toleran. Fenomena ini dapat digunakan upaya pencegahan primer.
 

 


PERIODE BAYI 0-7 TAHUN
Pada periode ini gangguan organ tubuh yang paling sering terjadi adalah gangguan kulit dan saluran cerna. Karena imaturitas saluran pencernaan inilah maka gangguan pencernaan yang disebabkan karena alergi paling sering ditemukan pada anak usia di bawah 2 tahun, yang paling sensitif di bawah 3 bulan.
Pada bayi baru lahir hingga usia 3 tahun biasanya ditandai sering rewel, colic/menangis terus menerus tanpa sebab pada malam hari, hiccups (cegukan), sering “ngeden”, sering mulet, meteorismus, muntah, sering flatus, berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Pada lidah sering ditemukan berwarna putih. Gangguan buang air besar dapat berupa sulit buang air besar (tidak setiap hari) atau malahan sering buang air besar .
Pada yang lebih besar dapat berupa nyeri perut berulang, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangguan buang air besar (kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden) kembung, muntah, sulit berak, sering flatus, sariawan, mulut berbau dan lidah sering kotor (geographic tongue). Gangguan pada saluran cerna biasanya sering disertai oleh gangguan kulit dan rhinitis. Biasanya keluhan gangguan saluran cerna bersamaan dengan gangguan kulit.
Mulut adalah termasuk salah satu bagian dari sistem saluran cerna. Bila saluran cerna terganggu karena alergi makanan biasanya tampak juga gangguan pada organ tubuh di daerah mulut di antaranya lidah, gigi dan bagian di rongga mulut lainnya.
Pada bayi lidah sering tampak kotor berwarna putih, gejala ini mirip gangguan moniliasis (like moniliasis symptoms) sejenis jamur pada mulut. Bedanya pada alergi warna putih hanya tipis dan tidak terlalu tebal, namun pada moniliasis tampak lebih tebal. Bila gangguan tersebut karena jamur biasanya dengan obat tetes mulut jamur akan cepat membaik, namun bila karena alergi biasanya diberi obat jamur tetap tidak akan membaik dan tetap sering timbul. Bila karena alergi sebaiknya tidak perlu diberi obat jamur, namun cukup dibersihkan dengan kasa basah.
Pada anak yang lebih besar gangguan alergi bisa menimbulkan sariawan atau luka (aphtous ulcer) pada lidah dan mulut yang sering berulang. Biasanya juga disertai lidah kotor mirip gambaran pulau-pulau (geographic tounge). Gangguan lain adalah timbulnya nyeri gigi atau gusi yang bukan di sebabkan karena infeksi atau gigi berlubang. Gangguan ini biasanya sering dianggap sebagai impacted tooth (gigi yang tumbuhnya miring).
Tanda dan gejala alergi pada kulit biasanya sudah dapat di deteksi sejak lahir. Bayi yang baru lahir apabila sejak dalam kandungan sudah terpapar oleh pencetus alergi tampak terdapat bintil dan bercak kemerahan dan kusam pada kulit dahi dan wajah, kadang disertai timbulnya beberapa papul warna putih di hidung. Apabila pencetus alergi tersebut berlangsung terus maka sering. Pada bayi sering timbul dermatitis atopi di pipi, daerah popok (dermatitis diapers) dan telinga, kadang dijumpai dermatitis seboroikum atau timbul kerak di kulit kepala. Sering juga timbul bintik kemerahan di sekitar mulut. Kadang timbul furunkel di kepala dan badan. Sering urticaria, miliaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman seperti bekas terbentur, bercak ke hitam seperti bekas digigit nyamuk.
Perbedaan lokasi alergi kulit sesuai dengan usia tertentu. Pada bayi sering lokasi alergi sekitar wajah dan daerah popok, pada usia anak lokasi tersebut biasanya berpindah pada darerah lengan dan tungkai. Sedangkan pada anak yang lebih besar atau usia dewasa lokasi alergi kulit biasanya pada pelipatan dalam antara lengan atas dan bawah atau pelipatan dalam antara tungkai atas dan bawah.
Ternyata saat gangguan hipersensitif pada saluran cerna inilah sering timbul berbagai masalah pada penderita alergi. Saat saluran cerna terganggu atau sensitif akan mengakibatkan daya tahan tubuh seorang anak memburuk. Hal ini terjadi karena merkanisme pertahanan tubuh seseorang hampir sebagian besar atau sekitar 70% dibentuk di saluran cerna. Selama masa usia 0-5 tahun gangguan saluran cerna seperti sering muntah, neyri perut dan sulit BAB adalah fase dimana anak sangat vrentan atau mudah terserang infeksi seperti demam, batuk dan pilek. Hal inilah juga menunjukkan bahwa banyak gangguan perilaku pada anak terjadi sebelum usia 5-7 tahun lebih berat atau berkurang setelah usia 5-7 tahun. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan bicara, gangguan emosi, gangguan konsentrasi, gangguan tidur, gangguan motorik dan sebagainya.

 

PERIODE 7-12 TAHUN
Setelah usia 5-7 tahun gangguan kulit dan saluran cerna cenderung membaik. Pada periode ini organ tubuh yang terganggu berpeindah pada saluran napas yang paling sering ditemukan. Manifestasi klinisnya berupa keluhan batuk, pilek, tanpa,atau dengan disertai sesak atau asma. Keluhan tersebut biasanya terjadi pada malam atau pagi hari. Biasanya keluhan tersebut lama sembuhnya meskipun sudah diobati.
 


PERIODE 12 TAHUN DEWASA
Setelah usia 12 tahun biasanya asma jauh berkurang meskipun pada sebagian kecil menetap hingga usia dewasa. Pada usia ini organ tubuuh yang sensitive berpindah pada hgidung. Manifestasi klinis alergi pada Telinga Hidung Tenggorok berupa rinitis, hidung gatal, bersin dan sinusitis. Kadang dijumpai tenggorokan atau palatum terasa gatal dan post nasal drip. Bila keluhan sering terjadi dan berlanjut akan menyebabkan komplikasi sinusitis, epistaksis, deviasi septum nasi, tonsillitis kronis atau faringitis kronis.
Ciri khas pada anak biasanya dijumpai tanda hidung kelinci (rabbit nose) yaitu anak sering menggerak-gerakkan hidung, sering menggosok-gosok hidung (salam alergi), mata sering gatal, belekan dan sering berair, di bawah kelopak mata tampak tanda kehitaman (allergic shiner). Bila tidur sering ngorok, atau napas dengan mulut, kadang juga timbul suara serak atau parau. Sering timbul benjolan kelenjar di leher dan belakang kepala.

PENTING UNTUK PENCEGAHAN
Fenomena perjalanan alamiah alergi ini ternyata sangat penting untuk pertimbvangan pencegahan penyakit alergi dikemudian hari. Misalnya, penderita bayi dengan gangguan kulit, saluran cerna yang mempunyai riwayat orangtua alergi akan beresiko mengalami asma dikemudian hari. Kejadian asma dikemudian hari inilah yang dapat dicegah bila manifestasi alergi saat usia bayi dan anak dapat diminimalkan. Demikian juga gangguan rinitis dan sinbusitis di amsa dewasa dapat dicegah bila manifesasi alergi sejak dini diminmalkan. Sehingga gejala dan manifestasi alergi saat usia bayi dan anak harus diwaspadai dan diminmalkan karena dapat meminimalkan perjalanan alamiah penyakit alergi di kemudian hari.
Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek, nenek atau saudara dekat lainnya yang alergi atau asma. Dan bila anak sudah terdapat ciri-ciri alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin deteksi sejak kehamilan maka harus dilakukan pencegahan sejak dini. Resiko alergi pada anak dikemudian hari dapat dihindarkan bila kita dapat mendeteksi dan mencegah sejak dini.
Pencegahan alergi makanan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan Primer , bertujuan menghambat sesitisasi imunologi oleh makanan terutama mencegah terbentuknya Imunoglobulin E (IgE).. Pencegahan ini dilakukan sebelum terjadi sensitisasi atau terpapar dengan penyebab alergi. Hal ini dapat dilakukan sejak saat kehamilan.
Pencegahan sekunder, bertujuan untuk mensupresi (menekan) timbulnya penyakit setelah sensitisasi. Pencegahan ini dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi manifestasi penyakit alergi belum muncul. Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum darah, darah tali pusat atau uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 hingga 3 tahun.
Pencegahan tersier, bertujuan untuk mencegah dampak lanjutan setelah timbulnya alergi. Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit yang masih dini tetapi belum menunjukkan gejala penyakit alergi yang lebih berat. Saat tindakan yang optimal adalah usia 6 bulan hingga 4 tahun.
Kontak dengan antigen harus dihindari selama periode rentan pada bulan-bulan awal kehidupan, saat limfosit T belum matang dan mukosa usus kecil dapat ditembus oleh protein makanan. Ada beberapa upaya pencegahan yang perlu diperhatikan supaya anak terhindar dari keluhan alergi yang lebih berat dan berkepanjangan dikemudian hari :
Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu. Bila ibu hamil didapatkan gerakan atau tendangan janin yang keras dan berlebihan pada kandungan disertai gerakan denyutan keras (hiccups/cegukan) terutama malam atau pagi hari, maka sebaiknya ibu harus mulai menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Committes on Nutrition AAP menganjurkan elinasi diet jenis kacang-kacangan untuk pencegahan alergi sejak dalam kehamilan.
Pemberian makanan padat dini dapat meningkatkan resiko timbulnya alergi. Bayi yang mendapat makanan pada usia 6 bulan mempunyai angka kejadian dermatitis alergi yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang mulai mendapat makanan tambahan pada usia 3 bulan.
Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden tebal, kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang (bulu binatang piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk).
Tunda pemberian makanan penyebab alergi, seperti ayam di atas 1 tahun, telor, kacang tanah di atas usia 2 tahun dan ikan laut di atas usia 3 tahun.
Bila membeli makanan dibiasakan untuk mengetahui komposisi makanan atau membaca label komposisi di produk makanan tersebut.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah resiko alergi pada bayi . Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu dapat masuk ke bayi melalui ASI. Terutama kacang-kacangan, dan dipertimbangkan menunda telur, susu sapi dan ikan. Meskipun masih terdapat beberapa penelitian yang bertolak belakang tentang hal ini.
Committes on Nutrition AAP menganjurkan pemberian suplemen kalsium dan vitamin selama menyusui.

  • Bila ASI tidak memungkinkan atau kalau perlu kurang gunakan susu hipoalergenik formula untuk pencegahan terutama usia di bawah 6 bulan.Bila dicurigai alergi terhadap susu sapi bisa menggunakan susu protein hidrolisat. Penggunaan susu soya harus tetap diwaspadai karena 30 – 50% bayi masih mengalami alergi terhadap soya.
    Bila timbul gejala alergi, identifikasi pencetusnya dan hindari.
  • Pemberian ASI atau Susu protein hidrolisa selama bulan pertama. yang terbukti sangat kuat secara ilmiah.
  • Sedangkan yang terbukti kuat lainnya adalah eliminasi tungau debu rumah pada awal kehidupan, eliminasi penyebab alergi pada usia > 4 – 6 bulan dan pemakaian Prebiotik.
  • Pencegahan dengan menunda makanan padat masih belum banyak penelitian yang mengungkapkan.
  • Sedangkan pencegahan dengan Penambahan PUFA omega 3, penambahan nutrisi lain (Zn, Ca, Fe, nukleotida) dan imunoterapi masih diragukan dan perlu penelitian lebih jauh. Pemberian obat-obatan antihistamin dan ketotifen dengan efek antiinflamasi sebagai pencegahan tidak terbukti secara klinis dan sudah mulai ditinggalkan sebagai upaya pencegahan.

 

 

 

Supported  by
CHILDREN ALLERGY CLINIC

Yudhasmara Foundation

Office ; JL Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta Indonesia 10210

phone : 62(021) 70081995 – 5703646

email : judarwanto@gmail.com,

http://clinicalpediatric.wordpress.com/

 

 

 

Editor in Chief :

Dr WIDODO JUDARWANTO

email : judarwanto@gmail.com

 

 

Copyright © 2009, children Allergy Clinic Information Education Network. All rights reserved.

 

 

 

 

  


Responses

  1. Wah bagus sekali artikel nya, bisa menjadi banyak masukan nih.
    Makasih ya!

    saya sedang menulis perihal “Mengapa Timbul Penyakit” di blog saya. silakan berkunjung ya!

    http://distributor4lifeindonesia.wordpress.com/2008/11/29/mengapa-timbul-penyakit/

  2. Wah… artikelnya bagus sekali. Dan boleh nggak,saya minta artikel tentang gangguan pada lidah ( lidah berwarna putih ) dan alergi yang terjadi pada mata ( misalnya,timbil)? terima kasih atas informasinya.

  3. Infonya bagusssss sekali dok…..

  4. dari ciri2nya yang 90% sesuai, sepertinya anak saya alergi dok… dia lahir prematur 34w dan setelah lahir ususnya blm bisa mencerna asi karena blm matang. Sepertinya saya harus menemui dokter di klinik, kalau boleh tau, jadwalnya hari apa aja dan jam berapa dok?


Leave a comment

Categories