Posted by: Indonesian Children | September 25, 2010

Gangguan Mata dan Alergi Makanan

Gangguan Mata dan Alergi Makanan

 

Gangguan mata sering terjadi pada penderita alergi atau asma. Namun seringkali gangguan ini dianggap kelainan tersendiri dengan penanganan yang tersendiri pula. Seharusnya penanganan gangguan kesehatan mata itu harus dilakukan secara holistik sekaligus dengan penanganan alergi atau asma. Bila hal ini dilakukan dengan cermat maka dapat mengungkapkan bahwa alergi makanan ternyata selama ini tanpa disadari juga mengganggu gangguan kesehatan mata.

Gangguan Mata yang sering terjadi pada penderita alergi makanan :

  • Pada bayi mata sering timbul kotoran atau belekan pada salah satu bagian sisi mata. Hal ini terjadi karena gangguan obstruksi duktus lakrimalis. Gagguan ioni erinmg disertai bayi sering bersin dan tidur sering miring ke salah satu sisi karena hidung buntu. Mata dan hidung dihubungkan dengan saluran, biasanya kalau hidung terganggu mata juga terpengaruh. Selama ini gangguan seperti ini diberi obat tetas mata atau salep mata tidak akan pernah membaik. pada beberapa kasus dilakukan operasi berulang kali juga akan tetap hilang timbul. tetapi saat dilakukan penanganan alergi gangguan tersebut membaik tanpa obat.
  • Kelopak mata bagian bawah berwarna gelap atau kehitaman.
  • Mata gatal sering digaruk atau “kucek-kucek mata”. Selama ini gangguan gatal mata ini sering dianggap karena ngantuk. Pada keadaan seperti ini mata bagian bawah tampak berwarna kehitaman. Kadang mata juga berwarna merah timbul biasanya satu sisi atau ke dua sisi.
  •  Hordeolum atau bintitan. Timbul bintil di kelopak mata. Berbagai kasus tersebut selama ini masih kontroversi. Selama ini teori yang dianut penyebabnya adalah karena tangan kotor yang mengusap mata sehingga timbul infeksi. Dalam penelitian biasanya tidak didapatkan kelainan atau tanda infeksi saat dilakukan kultur pada jaringannya. Penulis selama ini tidak pernah memberikan antiobitotyika pada kasus ini tetapi membaik dengan sendirinya saat dilakukan penatalaksanaan alergi. Sebaliknya banyak kasus setelah diberi antibiotika jangka keluhan tersebut tetap timbul juga.
  • Konyungtivitis alergik. Penyakit alergi pada mata yang paling sering didapat adalah konyungtivitis alergik  (hay fever), konyungtivitis vernalis, keratokonyungtivitis atopik, dan konyungtivitis giant papilar. Keadaan penyakit dapat mulai dari konyungtivitis ringan sampai yang berat seperti keratokonyungtivitis atopik yang dapat menyebabkan kebutaan. Konyungtiva adalah mukosa permukaan bola mata, setara dengan epitel usus dan bronkus, yang berhubungan dengan sel dan berfungsi sebagai pertahanan terhadap antigen dan mikroorganisme dari luar. Konyungtiva dan jaringan limfoid di daerah tersebut akan memproses antigen sehingga timbul sel T dan sel B yang sudah tersentisasi, yang telah siap dengan respons imunnya bila timbul rangsangan dari luar. Mata merah alergi yang musiman dan mata merah alergi yang berkelanjutan adalah jenis yang paling sering dari reaksi alergi pada mata. Mata merah alergi yang musiman sering disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul khususnya pada musim semi atau awala musim panas. Serbuk sari gulma bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal musim gugur. Alergi mata merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling sering disebabkan oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.  Mata merah Vernal adalah bentuk alergi mata merah yang lebih serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman. Mata merah Vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.
  • Keratokonus. Keratokonus adalah perubahan bentuk (penipisan) kornea yang terjadi secara bertahap, sehingga bentuknya menyerupai kerucut. Keratokonus mulai terjadi pada usia 10-20 tahun. Keratokonus terjadi jika bagian tengah kornea menipis dan secara bertahap menonjol ke arah luar sehingga bentuknya menyerupai kerucut.  Kelainan kelengkungan ini menyebabkan perubahan pada kekuatan pembiasan kornea. Sebagai akibatnya terjadi astigmata sedang sampai berat dan rabun dekat.  Keratokonus juga bisa menyebabkan pembengkakan dan pembentukan jaringan parut yang menghalangi penglihatan.
  • Kacamata silindris usia muda. Pada sebuah penelitian didapatkan penderita alergi cenderung beresiko memakai kaca mata (silindris) sejak dini saat usia 6-12 tahun.
  • Gangguan sensoris biasanya anak mengalami mata yang mudah silau dan tidak suka cahaya yang terang seperti sinar matahari atau lampu yang sangat terang. Gangguan sensoris mata ini sering disertai gangguan sensoris pada raba dan ensitif terhadap suara (frekuensi tinggi), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif  (jalan jinjit, flat foot, mudah geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan bianatang berbulu)
  • Gangguan TICK atau mata sering berkedip. Selama ini gangguan ini sering dianggap mata lelah karena seiing melihat televisi atau main game. Sampai saat ini penyebab gangguan Tick ini belum diketahui.
  • Katarak. Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya. dalam perkembangan katarak yang terkait dengan usia penderita dapat menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan penderita menderita miopi, menguning secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru. Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan dan berpotensi membutakan jika tidak diobati. Kondisi ini biasanya mempengaruhi kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain. Seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan glaukoma.

Amati Tanda dan gejala gangguan saluran cerna yang lain karena alergi dan hipersensitif makanan (Gastrointestinal Hipersensitivity) (Gejala Gangguan Fungsi saluran cerna yang ada selama ini sering dianggap normal)

  • Pada Bayi  : GASTROOESEPHAGEAL REFLUKS ATAU GER, Sering MUNTAH/gumoh, kembung,“cegukan”, buang angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari, BAB > 3 kali perhari, BAB tidak tiap hari. Feses warna hijau,hitam dan berbau.  Sering “ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis. Air liur berlebihan. Lidah/mulut sering timbul putih, bibir kering
  • Pada anak yang lebih besar :
  1. Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari.
  2. Sering Buang Air Besar (BAB)  3 kali/hari atau lebih, sulit BAB sering ngeden kesakitan saat BAB (obstipasi). Kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, warna hitam, hijau dan bau tajam. sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI PERUT, tidur malam nungging (biasanya karena perut tidak nyaman)
  3. Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
MANIFESTASI KLINIS YANG SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA BAYI :
  • KULIT : sering timbul bintik kemerahan terutama di pipi, telinga dan daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut. Timbul bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Kotoran telinga berlebihan & berbau. Bekas suntikan BCG bengkak dan bernanah. Timbul bisul.
  • SALURAN NAPAS : Napas grok-grok, kadang disertai batuk ringan. Sesak pada bayi baru lahir disertai kelenjar thimus membesar (TRDN/TTNB)
  • HIDUNG : Bersin, hidung berbunyi, kotoran hidung banyak, kepala sering miring ke salah satu sisi karena salah satu sisi hidung buntu, sehingga beresiko ”KEPALA PEYANG”.
  • MATA : Mata berair atau timbul kotoran mata (belekan) salah satu sisi.
  • KELENJAR : Pembesaran kelenjar di leher dan kepala belakang bawah.
  • PEMBULUH DARAH :  telapak tangan dan kaki seperti pucat, sering terba dingin
  • GANGGUAN HORMONAL : keputihan/keluar darah dari vagina, timbul bintil merah bernanah, pembesaran payudara, rambut rontok.
  • PERSARAFAN : Mudah kaget bila ada suara keras. Saat menangis : tangan, kaki dan bibir sering gemetar atau napas tertahan/berhenti sesaat (breath holding spells)
  • PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan krn bayi sering menangis dianggap haus (haus palsu : sering menangis belum tentu karena haus atau bukan karena ASI kurang.). Sering menggigit puting sehingga luka. Minum ASI sering tersedak, karena hidung buntu & napas dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar pada satu sisi,`karena satu sisi hidung buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara besar sebelah.

 
MANIFESTASI KLINIS YANG SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK
  • SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA, bersin, hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak, SINUSITIS, sering menarik napas dalam atau tidur ngorok.
  • KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Warna putih pada kulit seperti ”panu”. Sering menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena gatal. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna).
  • SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB)  3 kali/hari atau lebih, sulit BAB (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI PERUT.
  • PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur. Berdebar-debar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.
  • OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang  tangan, sering minta dipijat terutama saat malam hari. Kadang nyeri dada
  • SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam  ngompol 2-3 kali)
  • HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan pertumbuhan tinggi badan.
  • Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski dingin (malam/ac). Keringat  berbau.
  • FATIQUE :  mudah lelah, sering minta gendong
 
GANGGUAN PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK
  • SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam & EEG normal).
  • GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Mata bayi sering melihat ke atas. Tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila digendong, sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur benturkan kepala. Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur (“smackdown”}. ”Tomboy” pada anak perempuan : main bola, memanjat dll.
  • AGRESIF MENINGKAT sering memukul kepala sendiri, orang lain. Sering menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt “gemes”)
  • GANGGUAN KONSENTRASI: cepat bosan sesuatu aktifitas kecuali menonton televisi,main game, baca komik, belajar. Mengerjakan sesuatu  tidak bisa lama, tidak teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri, pelupa, suka “bengong”, TAPI ANAK TAMPAK CERDAS
  • EMOSI TINGGI (mudah marah, sering berteriak /mengamuk/tantrum), keras kepala, negatifisme
  • GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK : Terlambat bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Jalan terburu-buru, mudah terjatuh/ menabrak, duduk leter ”W”. 
  • GANGGUAN SENSORIS : sensitif terhadap suara (frekuensi tinggi) , cahaya (mudah silau), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif  (jalan jinjit, flat foot, mudah geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan bianatang berbulu)
  • GANGGUAN ORAL MOTOR : TERLAMBAT BICARA, bicara terburu-buru, cadel, gagap. Gangguanmengunyah menelan
  • IMPULSIF : banyak bicara,tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan orang lain
  • Memperberat gejala AUTIS dan ADHD (Alergi dan hipersensititas makanan bukan penyebab Autis atau ADHD tetapi hanya memperberat gejalanya)
KOMPLIKASI  SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK
  • Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)
  • Karena sering sakit berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR) hindari operasi amandel yang tidak perlu  atau mengalami Infeksi Telinga
  • Waspadai dan hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT TERLALU SERING. 
  • Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING.  Kulit di sekitar kelamin sering kemerahan 
  • SERING TERJADI OVERDIAGNOSIS TBC  (MINUM OBAT JANGKA PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / ”FLEK ”)  KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN GEJALA TBC PADA ANAK BILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN SEBAIKNYA ”SECOND OPINION” DENGAN DOKTER LAINNYA  
  • Sering megalami Gizi Ganda : satu kelompok sulit makan terdapat kelompok lain makan berlebihan sehingga beresiko kegemukan
  • GANGGUAN SULIT MAKAN : nafsu makan menurun bahkan kadang tidak mau makan sama sekali, gangguan mengunyah menelan, tidak bisa  makan makanan berserat (daging sapi, sayur tertentu, nasi). Hanya mau makanan yang crispy atau renyah seperti : krupuk, biskuit dan sebagainya.  Disertai keterlambatan pertumbuhan gigi.
  • MAKAN BERLEBIHAN KEGEMUKAN atau OBESITAS
  • INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN
 
Bila tanda dan gejala  Gangguan Kesehatan Mata  pada anak tersebut disertai beberapa tanda, gejala atau komplikasi alergi dan hipersensitifitas makanan tersebut maka sangat mungkin Gangguan tersebut disebabkan karena alergi atau hipersensitifitas makanan.
Penyebab lain yang memperberat  Gangguan Kesehatan Gigi, Kesehatan Mulut Pada Anak adalah saat anak terkena infeksi seperti demam, batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya 
  
Memastikan Diagnosis
  • Diagnosis Gangguan Kesehatan Mata Pada Anak yang disebabkan  alergi atau hipersensitif makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
  • Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit.
  • Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.
  • Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores, tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes kulit ini.  
  • Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau ”unproven diagnosis”. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi yang ada
  • Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripad’s Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests.

 PENATALAKSANAAN 

  • Penanganan Gangguan Kesehatan Mata Pada Anak  karena alergi dan hipersensitifitas makanan pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.    
  • Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.  
  • Obat-obatan simtomatis seperti anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen, ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi gejala sementara bahkan dalamkeadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.  
  • Dengan pertambahan usia berbagai gangguan pada mata akan membaik, hal ini juga seiiring dengan berkurang tanda dan gejala alergi makanan pada anak paling lama pada usia 9-12 tahun.

Obat

  • Pengobatan gangguan kesehatan mata pada anak karena alergi dan hipersensitifitas makanan yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila gangguan sulit makan yang dialami disebabkan karena gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan, penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan sebagai penyebab tersebut.    
  • Gangguan mata karena alergi dapat diobati dengan tetes mata anti alergi. Obat seperti itu termasuk cromolyn, lodoxamide, olopatadine, dan tetes mata antihistamin, seperti emedastine dan levocabastine. Tetes mata Ketorolac mempunyai anti inflamasi dan membantu mengatasi gejala. Tetes mata Corticosteroid mempunyai anti inflamasi yang lebih baik; tetapi, mereka sebaiknya tidak dipakai lebih dari beberapa minggu tanpa pengamatan yang melekat karena mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada mata (glaukoma), katarak, dan meningkatkan risiko infeksi mata. Baru-baru ini, tetes mata yang dapat menghambat pengeluaran dan efek dari penyebab pembengkakan seperti azelastine, nedocromil, dan pemirolast, sudah digunakan dengan baik.
  • Konsumsi obat-obatan, terapi tradisional ataupun beberapa cara dan strategi untuk menanganigangguan kesehatan mata pada anak karena alergi dan hipersensitifitas makanan hanya bersifat sementara selama penyebab utama  alergi dan hipersensitifitas makanan tidak diperbaiki

 Waspadai Obat Mata Dengan Kandungan kortikosteroid jangka panjang

  • Kandungan steroid yang banyak ditemukan pada tetes mata dapat mengakibatkan pemakai mengalami kebutaan permanen jika digunakan secara berlebihan dan tidak sesuai aturan.
  • Pengunaan obat dengan kandungan steroid selama dua bulan berturut-turut beresiko mengakibatkan `glaucoma` atau peningkatan tekanan dalam bola mata yang akan berujung pada kerusakan syarat penglihatan.

Daftar Pustaka :

  • Mimura T, Yamagami S, Usui T, Funatsu H, Noma H, Honda N, Amano S. Relationship between myopia and allergen-specific serum IgE levels in patients with allergic conjunctivitis. Clin Experiment Ophthalmol. 2009 Sep;37(7):670-7.
  • T Mimura, Y Mimura, A Arimoto, S Amano, S Yamagami, H Funatsu, T Usui, H Noma, N Honda and S Okamoto. Relationship between refraction and allergic conjunctivitisRefraction and allergic conjunctivitis. Eye 23, 63-66 (January 2009) | doi:10.1038/sj.eye.6702999
  • M G Kerr Muir,  E G Woodward,  T J Leonard. Corneal thickness, astigmatism, and atopy. Br J Ophthalmol 1987;71:207-211 doi:10.1136/bjo.71.3.207
  • Peter A. Gardiner, Griffith James.ASSOCIATION BETWEEN MATERNAL DISEASE DURING PREGNANCY AND MYOPIA IN THE CHILD    Br J Ophthalmol 1960;44:172-178 doi:10.1136/bjo.44.3.172
  • Reider N. Sublingual immunotherapy for allergic rhinoconjunctivitis–the seeming and the real. Int Arch Allergy Immunol. Jul 2005;137(3):181-6. [Medline].
  •  I Toda,  J Shimazaki,  K Tsubota. Allergic conjunctivitis and dry eye. H Fujishima,  Br J Ophthalmol 1996;80:994-997 doi:10.1136/bjo.80.11.994
  • Shuhei Imayama,  Shigeru Sugai,  Yoh-Ichi Kawano,  Tatsuro Ishibashi. Increased number of IgE positive Langerhans cells in the conjunctiva of patients with atopic dermatitis Ayako Yoshida.  Br J Ophthalmol 1997;81:402-406 doi:10.1136/bjo.81.5.402
  • Robin JB, Regis-Pacheco LF, May WN, Schanzlin DJ, Smith RE. Giant papillary conjunctivitis associated with an extruded scleral buckle. Case report. Arch Ophthalmol. May 1987;105(5):619. [Medline].
  • Roth H, Kierland R. The natural history of atopic dermatitis. Arch Dermatol. 1964;89:209.
  • Schoch C. Effect of ketotifen fumarate, olopatadine, and levocabastine on ocular active anaphylaxis in the guinea pig and ocular immediate hypersensitivity in the albino rat. Ocul Immunol Inflamm. Feb 2005;13(1):39-44. [Medline].
  • Shearer WT, Fleisher TA. The Immune System. In: Middleton E, Reed CE, Ellis EF, eds. Allergy: Principles and Practice. St Louis: Mosby; 1998:1-13.
  • Stegman R, Miller D. A human model of allergic conjunctivitis. Arch Ophthalmol. Dec 1975;93(12):1354-8. [Medline].
  • Tabbara KF, Butrus SI. Vernal keratoconjunctivitis and keratoconus. Am J Ophthalmol. May 1983;95(5):704-5. [Medline].
  • Trocme SD, Kephart GM, Allansmith MR, Bourne WM, Gleich GJ. Conjunctival deposition of eosinophil granule major basic protein in vernal keratoconjunctivitis and contact lens-associated giant papillary conjunctivitis. Am J Ophthalmol. Jul 15 1989;108(1):57-63. [Medline].
  • Tse DT, Mandelbaum S, Epstein E, Baerveldt G, Fein W. Mucous membrane grafting for severe palpebral vernal conjunctivitis. Arch Ophthalmol. Dec 1983;101(12):1879-83. [Medline].
  • Tuft SJ et al. Clinical features of atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmol. 1991;98:150.
  • Wiens JJ, Jackson WB. New directions in therapy for ocular allergy. Int Ophthalmol Clin. 1988;28(4):332-7. [Medline].
  • Hogan MJ. Atopic keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol. 1953;36:937-947.
  • Allansmith MR, Korb DR, Greiner JV, Henriquez AS, Simon MA, Finnemore VM. Giant papillary conjunctivitis in contact lens wearers. Am J Ophthalmol. May 1977;83(5):697-708. [Medline].
  • Aswad MI, Tauber J, Baum J. Plasmapheresis treatment in patients with severe atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Apr 1988;95(4):444-7. [Medline].
  • Abelson MB, Allansmith MR, Friedlaender MH. Effects of topically applied occular decongestant and antihistamine. Am J Ophthalmol. Aug 1980;90(2):254-7. [Medline].
  • Abelson MB, Baird RS, Allansmith MR. Tear histamine levels in vernal conjunctivitis and other ocular inflammations. Ophthalmology. Aug 1980;87(8):812-4. [Medline].
  • Abelson MB, Butrus SI, Weston JH. Aspirin therapy in vernal conjunctivitis. Am J Ophthalmol. Apr 1983;95(4):502-5. [Medline].
  • Abelson MB, Gomes PJ, Vogelson CT, Pasquine TA, Turner FD, Wells DT, et al. Effects of a new formulation of olopatadine ophthalmic solution on nasal symptoms relative to placebo in two studies involving subjects with allergic conjunctivitis or rhinoconjunctivitis. Curr Med Res Opin. May 2005;21(5):683-91. [Medline].
  • Abelson MB, Greiner JV. Comparative efficacy of olopatadine 0.1% ophthalmic solution versus levocabastine 0.05% ophthalmic suspension using the conjunctival allergen challenge model. Curr Med Res Opin. Dec 2004;20(12):1953-8. [Medline].
  • Abelson MB, Madiwale N, Weston JH. Conjunctival eosinophils in allergic ocular disease. Arch Ophthalmol. Apr 1983;101(4):555-6. [Medline].
  • Abelson MB, Paradis A, George MA, Smith LM, Maguire L, Burns R. Effects of Vasocon-A in the allergen challenge model of acute allergic conjunctivitis. Arch Ophthalmol. Apr 1990;108(4):520-4. [Medline].
  • Abelson MB, Soter NA, Simon MA, Dohlman J, Allansmith MR. Histamine in human tears. Am J Ophthalmol. Mar 1977;83(3):417-8. [Medline].
  • Abiose A, Merz M. Cryosurgery in the management of vernal keratoconjunctivitis. Ann Ophthalmol. Aug 1983;15(8):744-7. [Medline].
  • Allansmith MR, Baird RS, Greiner JV. Vernal conjunctivitis and contact lens-associated giant papillary conjunctivitis compared and contrasted. Am J Ophthalmol. Apr 1979;87(4):544-55. [Medline].
  • Allansmith MR, Ross RN. Ocular allergy and mast cell stabilizers. Surv Ophthalmol. Jan-Feb 1986;30(4):229-44. [Medline].
  • Allansmith MR, Ross RN, Greiner JV. Chapter 43: Giant papillary conjunctivitis: diagnosis and treatment. In: Update 5. Contact Lenses. Little Brown; 1989:1.
  • Azevedo M, Castel-Branco MG, Oliveira JF, Ramos E, Delgado L, Almeida J. Double-blind comparison of levocabastine eye drops with sodium cromoglycate and placebo in the treatment of seasonal allergic conjunctivitis. Clin Exp Allergy. Nov 1991;21(6):689-94. [Medline].
  • Ballow M, Mendelson L. Specific immunoglobulin E antibodies in tear secretions of patients with vernal conjunctivitis. J Allergy Clin Immunol. Aug 1980;66(2):112-8. [Medline].
  • BenEzra D, Pe’er J, Brodsky M, Cohen E. Cyclosporine eyedrops for the treatment of severe vernal keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol. Mar 15 1986;101(3):278-82. [Medline].
  • Bleik JH, Tabbara KF. Topical cyclosporine in vernal keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Nov 1991;98(11):1679-84. [Medline].
  • Bonini S. Advances and gaps in ocular allergies. Arch Soc Esp Oftalmol. Apr 2005;80(4):205-7. [Medline].
  • Braude LS, Chandler JW. Atopic corneal disease. Int Ophthalmol Clin. 1984;24(2):145-56. [Medline].
  • Brauninger GE, Centifanto YM. Immunoglobulin E in human tears. Am J Ophthalmol. Sep 1971;72(3):558-61. [Medline].
  • Brunsting LA, Reed WB, Bair HL. Occurrence of cataracts and keratoconus with atopic dermatitis. Arch Dermatol. 1955;72:237.
  • Buckley RJ. Long-term experience with sodium cromoglycate in the management of vernal keratoconjunctivitis. In: Pepys J, Edwards AM, eds. The Mast Cell. London: Pitman Medical; 1980.
  • Buckley RJ. Vernal keratoconjunctivitis. Int Ophthalmol Clin. 1988;28(4):303-8. [Medline].
  • Butrus SI, Leung DY, Gellis S, Baum J, Kenyon KR, Abelson MB. Vernal conjunctivitis in the hyperimmunoglobulinemia E syndrome. Ophthalmology. Oct 1984;91(10):1213-6. [Medline].
  • Butrus SI, Ochsner KI, Abelson MB, Schwartz LB. The level of tryptase in human tears. An indicator of activation of conjunctival mast cells. Ophthalmology. Dec 1990;97(12):1678-83. [Medline].
  • Cameron JA, Antonios SR, Badr IA. Excimer laser phototherapeutic keratectomy for shield ulcers and corneal plaques in vernal keratoconjunctivitis. J Refract Surg. Jan-Feb 1995;11(1):31-5. [Medline].
  • Carr RD, Berke M, Becker SW. Incidence of atopy in the general population. Arch Dermatol. 1964;89:27.
  • Donshik PC, Ballow M. Tear immunoglobulins in giant papillary conjunctivitis induced by contact lenses. Am J Ophthalmol. Oct 1983;96(4):460-6. [Medline].
  • El Hennawi M. Clinical trial with 2% sodium cromoglycate (Opticrom) in vernal keratoconjunctivitis. Br J Ophthalmol. Jul 1980;64(7):483-6. [Medline].
  • Foster CS. Evaluation of topical cromolyn sodium in the treatment of vernal keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Feb 1988;95(2):194-201. [Medline].
  • Foster CS, Calonge M. Atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Aug 1990;97(8):992-1000. [Medline].
  • Foster CS, Duncan J. Randomized clinical trial of topically administered cromolyn sodium for vernal keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol. Aug 1980;90(2):175-81. [Medline].
  • Foster CS, Rice BA, Dutt JE. Immunopathology of atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Aug 1991;98(8):1190-6. [Medline].
  • Friedlaender MH. Allergy and Immunology of the Eye. New York: Harper & Row; 1979.
  • Friedlaender MH. Conjunctival provocation tests: a model of human ocular allergy. Trans Am Ophthalmol Soc. 1990;87:577.
  • Friedlaender MH. Corticosteroid therapy of ocular inflammation. Int Ophthalmol Clin. 1983;23(1):175-82. [Medline].
  • Friedlaender MH, Okumoto M, Kelley J. Diagnosis of allergic conjunctivitis. Arch Ophthalmol. Aug 1984;102(8):1198-9. [Medline].
  • Garrity JA, Liesegang TJ. Ocular complications of atopic dermatitis. Can J Ophthalmol. Feb 1984;19(1):21-4. [Medline].
  • Ghoraishi M, Akova YA, Tugal-Tutkun I, Foster CS. Penetrating keratoplasty in atopic keratoconjunctivitis. Cornea. Nov 1995;14(6):610-3. [Medline].
  • Goen TM, Sieboldt K, Terry JE. Cromolyn sodium in ocular allergic diseases. J Am Optom Assoc. Jul 1986;57(7):526-30. [Medline].
  • Gormaz A, Eggers C. Vernal keratoconjunctivitis and keratoconus. Am J Ophthalmol. Oct 1983;96(4):555-6. [Medline].
  • Greenbaum J, Cockcroft D, Hargreave FE, Dolovich J. Sodium cromoglycate in ragweed-allergic conjunctivitis. J Allergy Clin Immunol. Jun 1977;59(6):437-9. [Medline].
  • Greiner JV, Udell IJ. A comparison of the clinical efficacy of pheniramine maleate/naphazoline hydrochloride ophthalmic solution and olopatadine hydrochloride ophthalmic solution in the conjunctival allergen challenge model. Clin Ther. May 2005;27(5):568-77. [Medline].
  • Hoang-Xuan T, Prisant O, Hannouche D, Robin H. Systemic cyclosporine A in severe atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology. Aug 1997;104(8):1300-5. [Medline].
  • Hurlbut WB, Damonkos AN. Cataract and retinal detachment associated with atopic dermatitis. Arch Ophthalmol. 1961;52:852-857.
  • Irani AM, Butrus SI, Tabbara KF, Schwartz LB. Human conjunctival mast cells: distribution of MCT and MCTC in vernal conjunctivitis and giant papillary conjunctivitis. J Allergy Clin Immunol. Jul 1990;86(1):34-40. [Medline].
  • Jolson AS, Jolson SC. Suture barb giant papillary conjunctivitis. Ophthalmic Surg. Feb 1984;15(2):139-40. [Medline].
  • Korb DR, Allansmith MR, Greiner JV, Henriquez AS, Richmond PP, Finnemore VM. Prevalence of conjunctival changes in wearers of hard contact lenses. Am J Ophthalmol. Sep 1980;90(3):336-41. [Medline].
  • Leonardi A. Emerging drugs for ocular allergy. Expert Opin Emerg Drugs. Aug 2005;10(3):505-20. [Medline].
  • Martin NF, Rubinfeld RS, Malley JD, Manzitti V. Giant papillary conjunctivitis and meibomian gland dysfunction blepharitis. CLAO J. Jul 1992;18(3):165-9. [Medline].
  • Meisler DM, Krachmer JH, Goeken JA. An immunopathologic study of giant papillary conjunctivitis associated with an ocular prosthesis. Am J Ophthalmol. Sep 1981;92(3):368-71. [Medline].
  • Ono SJ, Abelson MB. Allergic conjunctivitis: update on pathophysiology and prospects for future treatment. J Allergy Clin Immunol. Jan 2005;115(1):118-22. [Medline].
  • Treumer H. Reversible irregular corneal astigmation in disseminated neurodermatitis  Klin Monbl Augenheilkd. 1978 Aug;173(2):253-6. German. PMID: 703151
  • CARTER JH. Residual astigmatism of the human eye. Optom Wkly. 1963 Jul 4;54:1271-2. No abstract available. PMID: 14018959 [PubMed – indexed for MEDLINE]
  • WILLIAMS OA. Latent astigmatism in practice. Am J Optom Arch Am Acad Optom. 1963 Mar;40:143-7. No abstract available.
  • HIRSCH MJ. Changes in astigmatism during the first eight years of school–an interim report from the Ojai longitudinal study.  Am J Optom Arch Am Acad Optom. 1963 Mar;40:127-32. No abstract available. PMID: 13961193 [PubMed – indexed for MEDLINE]
  • YUN WS. Astigmatism. Chosen Ibo. 1962 Oct;7:762-4. Korean. No abstract available. PMID: 14002914 [PubMed – indexed for MEDLINE]
  • Kornerup T, Lodin A. Ocular changes in 100 cases of Besnier’s prurigo (atopic dermatitis). Acta Ophthalmol (Kbh) 1959; 37:508-21.
  • Davies PD, Lobascher D, Menon JA, Rahi AHS, Ruben M. Immunological studies in keratoconus. Trans Ophthalmol Soc UK 1976;9:173-8.
  • Marechal-Courtois C. Topographic study of the cornea at different stages of  the development of keratoconus. Bull Soc Belge Ophtalmol 1967;147: 495-505.
  • Troutman RC, Meltzer M. Astigmatism and myopia inkeratoconus. Trans Am Ophthalmol Soc 1972; 70: 265-77.
  • Woodward EG. Keratoconus-the disease and its progression. Doctoral thesis. London: City University, 1980: 11.
  • Rahi AHS. Pathology of corneal plaque in vernal keratoconjunctivitis. In: O’Connor GR, Chandler JW, eds. Advances in Immunology and Immunopathology of the Eye. 1985.
  • Brunsting LA, Reed WB, Blair HL(1955) Occurrence of cataract and keratoconus with atopic dermatitis. Arch Dermatol 72:237–241.[Abstract/FREE Full text]
  • Galin MA, Berger R(1958) Atopy and keratoconus. Am J Ophthalmol 45:904–906.[Medline]
  • Spencer WH, Fisher JJ. (1959) The association of keratoconus with atopic dermatitis. Am J Ophthalmol 47:332–334.[Medline]
  • Roth HL, Kierland RR. (1964) The natural history of atopic dermatitis. Arch Dermatol 89:209–214.[Medline]
  • Lowell FC, Carroll JM. (1970) A study of the occurrence of atopic traits in patients with keratoconus. J Allergy Clin Immunol 46:32–39.
  • Copeman PWM (1965) Eczema and keratoconus. BMJ 2:977–979.
  • Davies PD, Lobascher D, Menon JA, et al.(1976) Immunological studies in keratoconus. Trans Ophthalmol Soc UK 96:173–178.[Medline][Web of Science]
  • Rah A, Davies P, Ruben M, et al.(1977) Keratoconus and coexisting atopic disease. Br J Ophthalmol 61:761–764.[Abstract/FREE Full text]
  • Gasset AR, Hinson WA, Frias JL(1978) Keratoconus and atopic disease. Ann Ophthalmol 10:991–994.[Medline][Web of Science]
  • Harrison RJ, Klouda PT, Easty DL, et al.(1089) Association between keratoconus and atopy. Br J Ophthalmol 73:816–822.[Abstract/FREE Full text]
  • Rabinowitz YS, Nesburn AB, McDonnell PJ(1993) Videokeratography of the fellow eye in unilateral keratoconus. Ophthalmology 100:181–186.[Medline][Web of Science]
  • Williams HC, Burney PGJ, Pembroke AC, et al. (1994) The UK working party’s diagnostic criteria for atopic dermatitis. III. Independent hospital validation. Br J Dermatol 131:406–416.[CrossRef][Medline][Web of Science]
  • Karseras AG, Ruben M(1976) Aetiology of keratoconus. Br J Ophthalmol 60:522–524.[Abstract/FREE Full text]
  • Coyle JT (1984) Keratoconus and eye rubbing. Am J Ophthalmol 97:527–528.[CrossRef][Medline][Web of Science]
  •  A Rahi, P Davies, M Ruben, D Lobascher. Keratoconus and coexisting atopic disease. J MenonBr J Ophthalmol 1977;61:761-764 doi:10.1136/bjo.61.12.761
  • Brunsting, L. A.: Atopic Dermatitis (Disseminated Neurodermatitis) of Young Adults: Analysis of Precipitating Factors in 101 Cases and Report of 10 Cases With Associated Juvenile Cataract, Arch. Dermat. & Syph. 34:935-957 (Dec.) 1936.
  • Daniel, R. K.: Allergy and Cataracts, J. A. M. A. 105:481-483 (Aug. 17) 1935.
  • Coles, R. S., and Laval, J.: Retinal Detachments Occurring in Cataract Associated With Neurodermatitis, A. M. A. Arch. Ophth. 48:30-39 (July) 1952. PUBMED
  • Hertzberg, R.: Disseminated Neurodermatitis and Cataract, M. J. Australia 1:36-38 (Jan. 9) 1954.
  • Hurlbut, W. B., and Domonkos, A. N.: Cataract and Retinal Detachment Associated With Atopic Dermatitis, A. M. A. Arch. Ophth. 52:852-857 (Dec.) 1954.
  • Cowan, A., and Klauder, J. V.: Frequency of Occurrence of Cataract in Atopic Dermatitis, Arch. Ophth. 43:759-768 (April) 1950. FREE FULL TEXT
  • Katavisto, M.: Prurigo diathésique Besnier and Cataract, Acta ophth. 27:581-589, 1949.
  • Beetham, W. P.: Atopic Cataracts, Arch. Ophth. 24:21-37 (July) 1940. FREE FULL TEXT
  • Sack, S. S.: Atopic Cataract: Report of a Case with Tabulated Summary of Previously Reported Cases, Ann. Allergy 5:353-363 (July-Aug.) 1947. PUBMED
  • O’Leary, P. A.: Atopic Dermatitis, South. M. J. 46:67-73 (Jan.) 1953.
  • Thompson, R. G.: Cataract With Atopic Dermatitis: Dermatologic Aspects, with Special Reference to Preoperative and Postoperative Care, Arch. Dermat. & Syph. 61:433-441 (March) 1950.
  • Hilgartner, H. L.; Hilgartner, H. L., Jr., and Gilbert, J. T.: A Preliminary Report of a Case of Keratoconus, Successfully Treated with Organotherapy, Radium and Short-Wave Diathermy, Am. J. Ophth. 20:1032-1039 (Oct.) 1937.
  • Bereston, E. S., and Baer, R. L.: Keratoconus Associated with Atopic Dermatitis: Report of 2 Cases, Arch. Dermat. & Syph. 46:358-361 (Sept.) 1942.

 

Artikel Terkait lainnya :

Berbagai kumpulan Artikel Alergi

Supported by

Clinic For Children Yudhasmara Foundation http://childrenclinic.wordpress.com/

CHILDREN ALLERGY CLINIC https://childrenallergyclinic.wordpress.com/ 
PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN) http://mypickyeaters.wordpress.com/ 
JL Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat Phone :62 (021) 70081995 – 5703646   

Clinical and Editor in Chief : Dr Widodo Judarwanto SpA, pediatrician

email : judarwanto@gmail.com,

 

 

 

 

 

                                                                                                            

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider. 

Copyright © 2010, Clinic For Children Information Education Network. All rights reserved.


Responses

  1. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  2. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  3. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  4. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  5. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  6. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  7. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  8. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  9. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  10. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  11. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  12. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]

  13. […] Gangguan Mata dan Alergi Makanan […]


Leave a comment

Categories