Posted by: Indonesian Children | October 18, 2010

Waspadai Depresi dan Kecemasan Bisa Dipengaruhi Alergi Makanan

Depresi dan Kecemasan Bisa Dipengaruhi Alergi Makanan

Widodo Judarwanto

Seringkali seseorang tidak merasa kalau merasa depresi. Gejalanya ditandai dengan mudah sedih, mudah menangis, sering murung, miudah marah,  sering kesepian, sering merasa bersalah dan disertai kecemasan. Ternyata beberapa penelitian menunjukkan bahwa  depresi yang tidak disadari dan disertai kecemasan ini sering dipicu oleh pengruh alergi makanan dan hipersensitifitas makanan. Uniknya, biasanya gangguan depresi tersebut bisa dialami salah satu anak dan orangtuanya terutama bila mempunyai wajah yang sama. Hal ini terjadi karena bila depresi dan kecemasan tersebut dikaitkan dengan alergi, faktor alergi ini diturunkan terutama bila berwajah sama.

Depresi

Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.

Depresi kerap disamakan dengan kesedihan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tidak dianggap penyakit, apalagi gangguan jiwa. Bahkan, di  lingkungan budaya tertentu, depresi dianggap sebagai kelemahan kepribadian atau  karakter.  Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan mendorong masyarakat mencari  pertolongan atas depresi yang diderita lewat paranormal atau pengobatan  tradisional. Karena ketidaktahuan masyarakat itulah, muncul sejumlah mitos dan  konsepsi keliru mengenai depresi. Beberapa mitos menyebut: depresi dapat di  atasi sendiri, depresi dianggap lemah pikiran dan mental, atau pasien depresi  dianggap melakukan suatu dosa.

Semua itu tentu tidak benar. Yang pasti, depresi siapapun penderitanya dapat  memengaruhi suasana hati, kondisi fisik, dan pikiran Anda. Perasaan itu bisa
sedemikian kuat sehingga kehidupan Anda sehari-hari terganggu. Depresi juga  bisa membuat Anda merasa bersalah dan merasa tidak berguna meski Anda telah  melakukan apa saja yang menurut Anda terbaik. Gara-gara depresi, Anda pun  mungkin tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai. Karena  depresi pula, energi Anda terkuras sehingga tubuh merasa letih dan lelah. Dan  yang paling parah, depresi juga bisa menggiring seseorang melakukan bunuh diri.

Depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun ras. Sementara faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab depresi adalah genetik
(keturunan), biologis, kepribadian, dan psikosial. Sebuah studi menunjukkan, anak kandung dari orangtua yang menderita depresi berisiko lebih tinggi mengalami depresi walaupun diasuh oleh orangtua angkat yang tidak depresi.

Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban distabilitas. Depresi dapat meningkatkan morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), risiko bunuh diri, serta berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien dan seluruh keluarga. Sayangnya, sampai saat ini depresi masih belum dapat dipahami secara baik oleh masyarakat.

Padahal, berbagai penelitian menunjukkan, pasien dengan gangguan depresi merasakan adanya keluhan fisik dan gangguan mental.  Sebagian besar  pasien dengan gangguan depresi mengemukakan keluhan fisik.  Keluhan fisik dan gangguan mental bisa datang pada saat bersamaan. Keadaan ini akan memperburuk prognosis. ””Mereka yang mengalami penyakit fisik berisiko  mengalami gangguan mental 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang sehat,””

Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:

  • Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin. Semua gejala depresi itu muncul akibat ketidakseimbangan neurotransmitter  (zat penghantar dalam sistem syaraf) seperti serotonin, (neurotransmitter yang
    mengatur perasaan), norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi  interest), dan dopamine (neotransmitter yang mengatur minat) di berbagai bagian otak kita.
  • Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
  • Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya

Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV – Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.

  1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
  2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
  3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
  4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
  5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
  6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
  7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
  8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
  9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri

Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang. Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.

Depresi pada Anak


AACAP (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry)  memperkirakan depresi terjadi pada sekitar 1 dari 20 anak-anak dan remaja. Paling tidak, dalam sebuah kelas di sekolah ada sekitar 1 atau 2 anak yang mengalami depresi. Depresi klinis seperti awan gelap yang berkumpul di atas kepala anak, dan sering menimbulkan perasaan yang murung, lekas marah, dan kehilangan minat. Sekitar 40 persen anak-anak dan remaja dengan depresi juga memiliki gangguan kecemasan seperti gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan sekitar 1 dari 4 memiliki gangguan hiperaktif (ADHD.

Gejala-gejala depresi pada anak adalah sebagai berikut:

  1. Merasa bosan, tidak berenergi dan mengalami masalah konsentrasi
  2. Kehilangan minat dan ketertarikan pada kegiatan yang biasa disukainya
  3. Mudah tersinggung dan cenderung untuk mengamuk
  4. Mudah marah dan mudah menangis atau cengeng
  5. Mengalami masalah di sekolah atau sering bolos
  6. Sering mengeluh sakit kepala, sakit perut atau sakit lainnya
  7. Kurang nafsu makan karena merasa semua makanan tidak enak, atau makan berlebihan karena mencoba menenangkan diri
  8. Mengalami gangguan tidur atau tidur terlalu banyak, yang terjadi setiap hari
  9. Mengalami kesulitan menjalin hubungan dengan orang lain
  10. Tertarik dengan kematian yang tidak biasa
  11. 

Kecemasan

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam. Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal

Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

  1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
  2. Kecemasan sedang;  Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
  3. Kecemasan berat;  Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
  4. Panik;  Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Apakah Anda memiliki gangguan kecemasan? Jika Anda mengidentifikasi dengan beberapa tanda-tanda dan gejala berikut ini,  Anda mungkin menderita gangguan kecemasan.

  • Apakah Anda terus-menerus tegang, khawatir
  • Apakah kecemasan Anda mengganggu pekerjaan Anda, sekolah, atau tanggung jawab keluarga?
  • Apakah Anda diganggu oleh kekhawatiranyang tidak rasional, tapi dengan keras dipertahankan?
  •  Apakah Anda percaya bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi jika hal-hal tertentu yang tidak dilakukan dengan cara tertentu?
  • Apakah Anda menghindari situasi sehari-hari atau kegiatan karena mereka membuat Anda cemas?
  • Apakah Anda mengalami tiba-tiba, serangan tak terduga panik jantung berdebar?
  •  Apakah Anda merasa seperti bahaya dan bencana yang di setiap sudut?

 Gejala emosional umum kecemasan meliputi:

  • Perasaan penangkapan atau ketakutan
  • Sulit berkonsentrasi
  • Merasa tegang dan gelisah
  • Mengantisipasi hal terburuk
  • Sifat lekas marah
  • Gelisah
  • Melihat tanda-tanda bahaya
  • Merasa seperti pikiran Anda sudah pergi kosong

Gejala fisik kecemasan

Sebagai produk-penerbangan respon tubuh melawan-atau, kecemasan melibatkan berbagai gejala fisik. Karena gejala-gejala fisik banyak, kecemasan penderita sering kesalahan gangguan mereka untuk penyakit medis. Mereka mungkin mengunjungi banyak dokter dan membuat banyak perjalanan ke rumah sakit sebelum gangguan kecemasan mereka ditemukan.

Gejala fisik umum kecemasan meliputi:

  • Jantung berdebar
  • Berkeringat
  • Sakit perut atau pusing
  •  Sering buang air kecil atau diare
  • Sesak napas
  • Tremor dan berkedut
  • Ketegangan otot
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  •  Insomnia

Gejala serangan kecemasan meliputi:

  • Panik luar biasa
  • Merasa kehilangan kontrol atau gila
  • Jantung berdebar atau nyeri dada
  • Merasa seperti Anda akan pingsan
  • Kesulitan bernapas atau tercekik sensasi
  • Napas cepat
  • Panas atau kedinginan  bergantian
  • Gemetar
  • Mual atau kram perut
  • Merasa terlepas atau tidak nyata

Depresi, kecemasan dan Alergi

Ternyata beberapa penelitian menunjukkan bahwa  depresi yang tidak disadari dan disertai kecemasan ini sering dipicu oleh pengruh alergi makanan dan hipersensitifitas makanan.  Sebuah studi menunjukkan bahwa 25 persen dari anak-anak yang memiliki orangtua yang menderita depresi, juga akan mengalami depresi. Jika kedua orangtuanya (ayah dan ibu) mengalami depresi, maka risiko akan meningkat menjadi sekitar 75 persen. Hal ini bisa saja terjadi bila dengan gangguan alergi. Penderita alergi diturunkan pada anaknya. Bila depresi ini diturunkan sangat mungkin penurunnya berkaitan dengan diturunkannya gangguan alergi pada anak. Hal ini terjadi karena bila depresi dan kecemasan tersebut dikaitkan dengan alergi, faktor alergi ini diturunkan terutama bila berwajah sama.

Bila ingin memastikan bahwa gangguan depresi atau kecemasan tersebut berhubungan dengan alergi atau hipersensitifitas makan sebaiknya amati berbagai tanda dan gejala alergi yang ada khususnya gangguan saluran cerna.

Alergi

Amati Tanda dan gejala gangguan saluran cerna yang lain karena alergi dan hipersensitif makanan (Gastrointestinal Hipersensitivity)  (Gejala Gangguan Fungsi saluran cerna yang ada selama ini sering dianggap normal)

  • Pada Bayi  : GASTROOESEPHAGEAL REFLUKS ATAU GER, Sering MUNTAH/gumoh, kembung,“cegukan”, buang angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari, BAB > 3 kali perhari, BAB tidak tiap hari. Feses warna hijau,hitam dan berbau.  Sering “ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis. Air liur berlebihan. Lidah/mulut sering timbul putih, bibir kering
  • Pada anak yang lebih besar  atau dewasa  :
  1. Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari.
  2. Sering Buang Air Besar (BAB)  3 kali/hari atau lebih, sulit BAB sering ngeden kesakitan saat BAB (obstipasi). Kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, warna hitam, hijau dan bau tajam. sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI PERUT, tidur malam nungging (biasanya karena perut tidak nyaman)
  3. Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
 
MANIFESTASI KLINIS YANG SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK
  • SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA, bersin, hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak, SINUSITIS, sering menarik napas dalam.
  • KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Warna putih pada kulit seperti ”panu”. Sering menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena gatal. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna).
  • SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB)  3 kali/hari atau lebih, sulit BAB (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI PERUT.
  • GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
  • PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur. Berdebar-debar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.
  • OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang  tangan, sering minta dipijat terutama saat malam hari. Kadang nyeri dada
  • SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam  ngompol 2-3 kali)
  • MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.
  • HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan pertumbuhan tinggi badan.
  • Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski dingin (malam/ac). Keringat  berbau.
  • FATIQUE :  mudah lelah, sering minta gendong
 
GANGGUAN PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA DEWASA
  • SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam & EEG normal).
  • GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Mata bayi sering melihat ke atas. Tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila digendong, sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur benturkan kepala. Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur (“smackdown”}. ”Tomboy” pada anak perempuan : main bola, memanjat dll.
  • AGRESIF MENINGKAT sering memukul kepala sendiri, orang lain. Sering menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt “gemes”)
  • GANGGUAN KONSENTRASI: cepat bosan sesuatu aktifitas kecuali menonton televisi,main game, baca komik, belajar. Mengerjakan sesuatu  tidak bisa lama, tidak teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri, pelupa, suka “bengong”, TAPI ANAK TAMPAK CERDAS
  • EMOSI TINGGI (mudah marah, sering berteriak /mengamuk/tantrum), keras kepala, negatifisme
  • GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK : Terlambat bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Jalan terburu-buru, mudah terjatuh/ menabrak, duduk leter ”W”. 
  • GANGGUAN SENSORIS : sensitif terhadap suara (frekuensi tinggi) , cahaya (mudah silau), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif  (jalan jinjit, flat foot, mudah geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan bianatang berbulu)
  • GANGGUAN ORAL MOTOR : TERLAMBAT BICARA, bicara terburu-buru, cadel, gagap. GANGGUAN MENELAN DAN MENGUNYAH, tidak bisa  makan makanan berserat (daging sapi, sayur, nasi) Disertai keterlambatan pertumbuhan gigi.
  • IMPULSIF : banyak bicara,tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan orang lain
  • AUTIS dan ADHD (Alergi dan hipersensititas makanan bukan penyebab Autis atau ADHD tetapi hanya memperberat gejalanya)
KOMPLIKASI  SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK
  • Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)
  • Karena sering sakit berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR) hindari operasi amandel yang tidak perlu  atau mengalami Infeksi Telinga
  • Waspadai dan hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT TERLALU SERING. 
  • Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING.  Kulit di sekitar kelamin sering kemerahan 
  • SERING TERJADI OVERDIAGNOSIS TBC  (MINUM OBAT JANGKA PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / ”FLEK ”)  KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN GEJALA TBC PADA ANAK BILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN SEBAIKNYA ”SECOND OPINION” DENGAN DOKTER LAINNYA  
  • MAKAN BERLEBIHAN KEGEMUKAN atau OBESITAS
  • INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN
 
Bila tanda dan gejala  gangguan depresi dan kecemasan tersebut disertai beberapa tanda, gejala atau komplikasi alergi dan hipersensitifitas makanan tersebut maka sangat mungkin gangguan depresi dan kecemasan dipengaruhi karena alergi atau hipersenitifitas makanan.
Penyebab lain yang memperberat gangguan depresi dan kecemasan adalah saat  terkena infeksi seperti demam, batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya . Gangguan depresi dan kecemasan juga akan lebih berat saat terjadi gangguan perubahan hormon seperti saat menstruasi, saat kehamilan, p[ersalinan dan saat menopause.
  
Memastikan Diagnosis
  • Diagnosis gangguan depresi dankecemasanyang dipengaruhi  karena alergi dan hipersensitifitas makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
  • Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit.
  • Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.
  • Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores, tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes kulit ini.  
  • Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau ”unproven diagnosis”. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi yang ada
  • Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripad’s Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests.

 PENATALAKSANAAN 

  • Penanganan gangguan depresi dan kecemasan yang dipengaruhi  karena alergi dan hipersensitifitas makanan haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.    
  • Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.  
  • Obat-obatan simtomatis seperti pencahar, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen, ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi gejala sementara bahkan dlamkeadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.  
  • Pengobatan gangguan depresi dan kecemasan yang dipengaruhi  karena alergi dan hipersensitifitas makanan yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila gangguan sulit makan yang dialami disebabkan karena gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan, penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan sebagai penyebab tersebut.    
  • Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis, menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
    penyalahgunaan zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan.
  • Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat.
  • Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebh satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos, kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.
  • Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Mengapa SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat reuptake serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth Pharmaceutical
    menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan keseimbangan sejumlah zat kimia dalam otak yakni serotonin dan norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan dan dan berulangnya depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis sekali sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari penggunaan.
  • Konsumsi obat-obatan saluran cerna atau pencahar, pola makan serat, buah dan air putih banyak, terapi tradisional ataupun beberapa cara dan strategi untuk menangani gangguan depresi dan kecemasan yang dipengaruhi  karena alergi dan hipersensitifitas makanan tidak akan berhasil selama penyebab utama  alergi dan hipersensitifitas makanan tidak diperbaiki.

Intervensi Psikologis

  • Jangan Berdiam Diri
  • Banyak hal bisa membuat seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke jurang depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi, jangan berdiam diri.
  • Lakukan terapi untuk menolong diri Anda sendiri. 
  1. Bersikaplah realistis, jangan terlalu idealis.
  2. Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung, bagilah tugas-tugas itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang memang bisa Anda kerjakan.
  3. Jika punya masalah, jangan pendam sendiri. Cobalah ”curhat” pada orang yang Anda percayai. Biasanya, hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan.
  4. Cobalah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas sosial.
  5. Berusahalah untuk selalu berpikir positif.
  6. Jangan ragu dan malu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman

Referensi

  • Lillestøl K, Berstad A, Lind R, Florvaag E, Arslan Lied G, Tangen T. Anxiety and depression in patients with self-reported food hypersensitivity. Gen Hosp Psychiatry. 2010 Jan-Feb;32(1):42-8. Epub 2009 Oct 1.
  • Cummings AJ, Knibb RC, King RM, Lucas JS. The psychosocial impact of food allergy and food hypersensitivity in children, adolescents and their families: a review. Allergy. 2010 Aug;65(8):933-45. Epub 2010 Feb 22.
  • Linde K, et al. St. John’s Wort for depression: an overview and meta-analysis of randomized clinical trials. British Journal of Medicine; volume 313: pages 253-258, 1996.
  • Addolorato G, Gasbarrini G, Marsigli L, Stefanini GF. Irritable bowel syndrome and food allergy: an association via anxiety-depression?.Gastroenterology. 1996 Sep;111(3):833-4. No abstract available.
  • Lind R, Lied GA, Lillestøl K, Valeur J, Berstad A. Do psychological factors predict symptom severity in patients with subjective food hypersensitivity? Scand J Gastroenterol. 2010 Aug;45(7-8):835-43.
  • Seggev JS, Eckert RC. Psychopathology masquerading as food allergy. J Fam Pract. 1988 Feb;26(2):161-4.
  • Crayton JW. Adverse reactions to foods: relevance to psychiatric disorders. J Allergy Clin Immunol. 1986 Jul;78(1 Pt 2):243-50. Review.
  • Bell IR, Markley EJ, King DS, Asher S, Marby D, Kayne H, Greenwald M, Ogar DA, Margen S. Polysymptomatic syndromes and autonomic reactivity to nonfood stressors in individuals with self-reported adverse food reactions. J Am Coll Nutr. 1993 Jun;12(3):227-38.
  • Perovic S and Muller WEG. Pharmacological profile of hypericum extract [St. John’s Wort]. Effect of serotonin uptake by post-synaptic receptors. Arzneim Forsch; volume 45: pages 1145-1148, 1995.
  • Knibb RC, Armstrong A, Booth DA, Platts RG, Booth IW, MacDonald A. Psychological characteristics of people with perceived food intolerance in a community sample. J Psychosom Res. 1999 Dec;47(6):545-54.
  • Addolorato G, Marsigli L, Capristo E, Caputo F, Dall’Aglio C, Baudanza P. Anxiety and depression: a common feature of health care seeking patients with irritable bowel syndrome and food allergy.Hepatogastroenterology. 1998 Sep-Oct;45(23):1559-64.PMID: 9840105 [PubMed – indexed for MEDLINE]
  • Vatn MH. Food intolerance and psychosomatic experience.Scand J Work Environ Health. 1997;23 Suppl 3:75-8. Review.
  • Fibromyalgia and the serotonin pathway. Juhl JH Altern Med Rev, 1998 Oct, 3:5, pages 367-375.
  • Hallert C et al. Psychic disturbances in adult coeliac disease III. Reduced central monoamine metabolism and signs of depression. Scand J Gastroenterol, 1982; volume 17: pages 25-28.
  • Lutz W, The Colonization of Europe and Our Western Diseases. Medical Hypotheses 1995; 45: 115-120
  • Tortora & Grabowski Principles of Anatomy & Physiology Harper Collins, N.Y. 1996; p. 417
  • Young S, The Effect on Aggression and Mood of Altering Tryptophan Levels. Nutrition Reviews 1986; May Supplement: 112-122
  • Zioudrou C, Streaty RA, Klee WA, Opioid peptides derived from food proteins. The exorphins. J Biol Chem. 1979 Apr 10;254(7): 2446-9.
  • Fukudome S, Shimatsu A, Suganuma H, Yoshikawa M Effect of gluten exorphins A5 and B5 on the postprandial plasma insulin level in conscious rats. Life Sci. 1995;57(7):729-34.
  • Fukudome S, Yoshikawa M Opioid peptides derived from wheat gluten: their isolation and characterization. FEBS Lett. 1992 Jan 13;296(1):107-11.
  • Mycroft FJ, et al. MIF-like sequences in milk and wheat proteins. N Engl. J Med. 1982 Sep 30;307(14):895.
  • Dohan FC. Genetic hypothesis of idiopathic schizophrenia: its exorphin connection. Schizophr Bull. 1988;14(4):489-94.
  • Saelid G, Haug JO, Heiberg T, Reichelt KL Peptide-containing fractions in depression. Biol. Psychiatry. 1985 Mar;20(3):245-56.
  • Hoggan, R. Absolutism’s Hidden Message for Medical Scientism. Interchange. 1997; 28(2/3): 183-189.
  • Husby S, Jensenius JC, Svehag SE Passage of undegraded dietary antigen into the blood of healthy adults. Quantification, estimation of size distribution, and relation of uptake to levels of specific antibodies. Scand J Immunol. 1985 Jul;22(1):83-92.
  • Kozlowska ZE. [Evaluation of mental status of children with malabsorption syndrome after long-term treatment with gluten-free diet]. Psychiatr Pol. 1991 Mar-Apr;25(2):130-4.
  • Paul K, Todt J, Eysold R, [EEG Research Findings in Children with Celiac Disease According to Dietary Variations] Zeitschrift der Klinische Medizin 1985;40: 707-709
  • Corvaglia L, et al. Depression in adult untreated celiac subjects: diagnosis by the pediatrician. Am J Gastroenterol. 1999 Mar;94(3):839-43.
  • Ciacci C, et al. Depressive symptoms in adult coeliac disease. Scand J Gastroenterol. 1998 Mar;33(3):247-50.
  • Addolorato G, et al. Anxiety and depression in adult untreated celiac subjects and in patients affected by inflammatory bowel disease: a personality “trait” or a reactive illness? Hepatogastroenterology. 1996 Nov-Dec;43(12):1513-7.
  • Pellegrino M, et al. Untreated coeliac disease and attempted suicide. Lancet. 1995 Sep 30;346(8979):915.
  • Cheliout W. [A misleading depression]. Encephale. 1994 Sep-Oct;20(5):531-4. French.
  • Hernanz A, et al. Plasma precursor amino acids of central nervous system monoamines in children with coeliac disease. Gut. 1991 Dec;32(12):1478-81.
  • van Praag HM. Affective disorders and aggression disorders: evidence for a common biological mechanism. Suicide Life Threat Behav. 1986 Summer;16(2):103-32. Review.
  • Hallert C, et al. Psychic disturbances in adult coeliac disease. I. Clinical observations. Scand J Gastroenterol. 1982 Jan;17(1):17-9

 

Provided by
dr Widodo judarwanto SpA, pediatrician
Children’s Allergy Center Online
Picky Eaters Clinic, Klinik Kesulitan makan Pada Anak

Office : JL Taman Bendungan Asahan 5  Jakarta Pusat  Phone : (021) 70081995 – 5703646email :  judarwanto@gmail.com, www.childrenallergyclinic.wordpress.com/  

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider.  

  

  

  

Copyright © 2010, Children Allergy Center  Information Education Network. All rights reserved.


Leave a comment

Categories