Posted by: Indonesian Children | October 25, 2010

Kontroversi tentang Alergi dan Hipersensitifitas Makanan

Kontroversi tentang Alergi dan Hipersensitifitas Makanan

  • Sulitnya Mencari Penyebab Alergi
  • Benarkah Aku tidak Alergi makanan ?
  • Memastikan penyebab alergi makanan harus dengan chalenge tes atau eliminasi provokasi makanan bukan dengan tes alergi.

Banyak kasus penderita alergi sering frustasi karena hilang timbulnya keluhan dan tanpa diketahui secara pasti penyebabnya. Sehingga berbagai dokter telah dikunjungi namun seringkali semakin bingung karena pendapat berbagai dokter tersebut tidak ada yang sama. Seorang dokter mengatakan makanan tidak berkaitan dengan berbagai gejala yang ada. Tetapi kelompok dokter lain mengatakan bahwa makanan berperanan dengan gangguan yang ada. Hal ini wajar tejadi karena sumber kontroversi tersebut sampai saat ini adalah penentuan diagnosis alergi makanan dan banyak faktor yang berpengaruh. Untuk memastikan makanan sebagai penyebab alergi adalah dengan diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium atau tes alergi. Bukan hanya perbedaan pendapat antara klinisi, hasil penelitian tentang alergi makanan berkaitan dengan manifestasi berbagai organpun seringkali tidak sama karena sebagian peneliti mengandalkan diagnosis bukan dengan diagnosis klinis tetapi dengan pemeriksaan laboratorium atau tes alergi. Bila kesalahan dasar ini terjadi maka perbedaan pendapat dan kontroversi tersebut akan terjadi semakin besar dalam penanganan berbagai kasus alergi.

Ilustrasi Kasus :

  • Berbagai klinisi dan penelitian banyak yang mengungkapkan bahwa alergi berkaitan dengan berbagai gangguan tubuh dan gangguan perilaku. Hal ini terjadi karena klinisi dan dokter tersebut menentukan tanda dan gejala alergi dengan melakukan diagnosis klinis dengan eliminasi provokasi. Sedangkan dokter lain dan peneliti lain mengungkapkan bahwa alergi tidak berkaitan dengan berbagai manifestasi yang ada karena menggunakan dasar laboratorium atau tes alergi.  Padahal dalam menentukan diagnosis alergi makanan yang paling penting adalah diagnosis klinis bukan laboratorium atau tes alergi.
  • Seorang bayi yang sudah minum susu sapi selama 6 bulan tidak ada manifestasi alergi tetapi saat kemudan divonis alergi susu sapi. Selanjutnya setelah 6 bulan orangtua frustasi mencari berbagai susu yang cocok karena susu yang paling amanpun ternyata menimbulkan alergi. Kasus ini terjadi karena klinisi hanya memfokuskan penyebab alergi karena alergi susu sapi, padahal banyak faktor lain juga mempengaruhi timbulnya alergi seperti infeksi virus atau makanan lain yang dikonsumsi. Dan ternyata memang penderita tidak mengalami alergi susu sapi ketika dilakukan eliminasi provokasi susu sapi.
  • Seorang dokter pernah diklaim oleh dokter lainnya ketika menulis bahwa tes alergi tertentu tidak direkomendasikan dan tidak akurat sebagai pengobatan atau diagnosis. Bahkan perbedaan pendapat tersebut berpotensi akan memasuki meja hijau, tetapi dengan komunikasi ilmiah yang dilakukan ternyata perbedaan pendapat tersebut dapat diperbaiki.
  • Seorang dokter ahli dipermasalahkan oleh sebagian dokter ahli lainnya mengungkapkan berbagai tanda dan gejala alergi yang ada berkaitan dengan makanan. Padahal ungkapan tersebut disampaikan ditunjang dengan fakta ilmiah dari berbagai penelitian yang ada. Akhirnya perbedaan pendapat  ini masuk dalam ranah komite etik profesi.  Dalam pertemuan tersebut juga masih terjadi perbedaan pendapat tajam. Seorang nara sumber bidang yang berkopeten mengatakan bahwa bisa saja pengaruh histamin dapat menganggu berbagai organ tubuh lainnya meski insidennya tidak banyak. Tetapi yang pihak lain bependapat bahwa berbagai pakar dari berbagai keahlian tidak setuju dengan berbagai tanda dan gejala tersebut dikaitkan dengan alergi makanan. Tetapi akhirnya salah satu pihak mengalah untuk tidak mempanjang kontroversi ini demi kesejawatan.
  • Seorang penderita kejang yang berlangsung selama sepuluh tahun dengan minum berbagai obat anti kejang tidak membaik. Dalam pemeriksaan laboratorium, CT scan dan EEG dalam batas normal. Berbagai dokter ahli persarafan di Indonesia bahkan di Singapura di bidangnyapun masih terjadi beda pendapat. Sebagian menyarankan minum obat kejang sebagian dokter lainnya obat kejang tidak perlu.  Ketika dilakukan evaluasi ternyata penderita mengalami gangguan alergi makanan dan dicurigai bahwa sangat mungkin gangguan kejang karena berkaitan dengan alergi makanan. Saat dilakukan elminasi provokasi makanan terbukti gejala alergi saluran cerna membaik dan keluhan kejang membaik tanpa pengobatan anti kejang. Saat itu penderita melakukan elminansi provokasi makanan dengan ketat selama 2 bulan. Tetapi saat mendengar informasi dari dokter ahli lainnya bahwa makanan tidak berkaitan dengan gejala tersebut penderita melepas lagi program eliminasi provokasi makanan. Ketika melakukan konsultasi ulang ternyata setelah 2 bulan paska menarik diri dari program elimnasi provokasi tersebut gejala kejang tersebut hilang timbul lagi dengan berganti-ganti obat tetapi responnya tidak membaik seperti yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa fakta ilmiah termasuk berbagai penelitian ilmiah belakangan telah terungkap bahwa alergi makanan menimbulkan komplikasi yang cukup mengganggu, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan tidur, gangguan emosi, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala ADHD dan autism. Meskipun sebenarnya alergi bukan penyebab ADHD atau Autism tetapi hanya memperberat gangguan perilaku yang sudah ada tersebut. Meski berbagai peneilitian klinis juga mengungkapkan hal tersebut ternyata terdapat juga sebagian penelitian klinis yang tidak sependapat bahwa berbagai kelainan tersebut tidak berkaitan dengan alergi.

Memang sampai saat ini bahkan di negara sudah majupun banyak gangguan alergi tidak disadari bahkan oleh sebagian dokter. Sejauh ini banyak orang tidak mengetahui bahwa berbagai keluhan yang dia alami atau yang dialami anaknya itu adalah gejala alergi.  Resource (Marketing Research) Limited  melakukan penelitian di Inggris bagian selatan, tahun 2000  dilaporkan  lebih dari 50% orang dewasa menderita alergi makanan. Sekitar 70% penderita  alergi baru mengetahui kalau ia mengalami  alergi setelah lebih dari 7 tahun. Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi setelah 5 tahun, bahkan terdapat 22% baru mengetahui setelah lebih 15 tahun mengalami gangguan alergi tersebut. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala seumur hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa di negara maju seperti Inggrispun para dokter terlambat mendiagnosis alergi apalagi di Indonesia. Ternyata para dokter di Inggrispun menganggap bahwa selama ini berbagai gangguan yang ada tidak berkaitan dengan alergi.

Berbagai gangguan alergi atau hipersensitifitas makanan tersebut adalah gangguan fungsional sehingga dianggap normal dan dikatakan dengan pertambahan usia akan membaik. Mungkin saja saja sebagian pendapat tersebut benar. Memang penderita alergi makanan terutama yang mengganggu saluran cerna dan ssusunan saraf pusat mengalami gangguan fungsional. Gangguan alergi makanan khususnya gangguan pada saran cerna dan susunan saraf pusat adalah gangguan fungsi bukan gangguan organnya. Hal inilah yang melatarbelakngi mengapa semua gangguan yang berkaitan dengan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan sering dianggap normal. Karena, memang manifestasi yang ada tidak didapatkan kelainan organ dengan pemeriksaan USG, foto kontras dan CT scan. Karena pemeriksaan tersebut tidak didapatkan kelainan maka dianggap penderita tidak punya kelainan, tetapi anehnya keluhan penderita hilang timbul. Bahkan beberapa dokter menganggap bahwa gangguan tersebut dipengaruhi karena stres. Saat dilakukan eliminasi provokasi makanan ternyata gangguan yang dianggap normal itu bisa membaik. Memang gangguan fungsional pada umumnya adalah masalah imaturitas atau ketidakmatangan sistem tubuh, karena dengan pertambahan usia setelah usia 2 hingga 7 tahun akan membaik. Meski ada yang masih mengalami hingga usia 12 tahun dan sebagian masih mengalami hingga dewasa meski dengan tingkat gangguan yang berkurang. Tetapi bukan berarti harus menunggu sampai usia tertentu membaik karena bila dilakukan elminasi provokasi makanan untuk mencari penyebab makanan penyebabnya gangguan tersebut akan membaik.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran dan teknologi kedokteran, namun kejadian alergi justru meningkat pesat, dan semakin banyak yang masih misterius belum terungkap. Banyak klinisi memvonis alergi pada penderita tetapi tidak bisa mengadviskan dengan pasti penghindaran penyebab karena kesulitan terbesar penanganan alergi adalah mencari penyebabnya.

Alergi dan hipersensitifitas makanan pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah kita ketahui. Sebelumnya kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, dokter spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal. Padahal dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Belakangan terungkap bahwa menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dan hipersensitivitas makanan dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala ADHD dan Autism.

Bila melihat demikian luasnya gangguan yang terjadi dan banyaknya organ yang terganggu, tampaknya alergi dan hipersensitivitas makanan adalah suatu “gangguan sistemik”. Dapat dimaklumi bila ada pendapat, bahwa ungkapan itu terlalu berlebihan karena semua keluhan selalu dikaitkan dengan alergi dan hipersensitifitas makanan. Namun pendapat ini akan sirna, bila banyak penderita alergi dan hipersensitivitas makanan mengungkapkan, memang benar bahwa gangguan dan keluhan tersebut memang terjadi pada dirinya.  Secara ilmiahpun hal ini didukung oleh penelitian ilmiah dan laporan ilmiah dari berbagai disiplin ilmu yang mengaitkan bahwa berbagai gejala tersebut penyebabnya adalah alergi. Habnya seringkali terjadi kontroversi yang berlebihan antara sesama dokter dan orangtua karena alergi dan hipersensitivitas makanan hanya bisa ditegakkan diagnosisnya dengan diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis adalah mengamati secara cermat tanda dan gejala yang timbul berkaitan dengan pemberian makanan yang diberikan melalui anamnesa (menanyakan secara cermat semua keluhan) dan pemeriksaan fisaik oleh dokter.

Dalam beberapa puluh tahun lamanya mungkin sering dihadapi oleh masyarakat pada umumnya, masih sering terjadi kontroversi tentang penyakit alergi dan hipersensitifitas makanan. Sering terjadi bukan hanya pada orang awam di kalangan dokterpun masih banyak terjadi perbedaan pendapat. Seorang penderita alergi dan hipersensitivitas makanan mendapat advis dari seorang dokter untuk menghindari makanan tertentu untuk mengurangi keluhan penyakitnya. Tetapi dokter lainnya mengatakan tidak perlu menghindari makanan tersebut, karena makanan tidak berhubungan dengan penyakitnya. Sebagian dokter berpendapat, bahwa gejala alergi dan hipersensitivitas makanan jarang ditemukan.  Ada pendapat alergi dan hipersensitivitas makanan hanya berkaitan dengan sedikit penyakit dan sangat jarang menyangkut bahan makanan.

Makanan yang diakui sebagai penyebab alergi masih sangat terbatas misalnya gluten susu dan ikan. Sedangkan kubu dokter lain berpendapat alergi dan hipersensitivitas makanan sangat umum dan bersembunyi dibalik berbagai kelainan yang hingga sekarang tak dapat disembuhkan, seperti radang sendi (artritis), eksim (dermatitis atau alergi kulit), migren (sakit kepala sebelah). Mereka ingin mengungkapkan bahwa seluruh permasalahan kesehatan dapat dicetuskan dan disembuhkan dengan penanganan alergi dan hipersensitivitas makanan. Timbul pendapat bahwa penyebab alergi makanan tidak dibatasi, semua jenis makanan atau minuman dapat dianggap sebagai penyebab alergi.

Bahkan bahan bukan makanan dapat menyebabkan alergi seperti semprotan rambut, uap obat nyamuk, uap bensin, plastik dan semua bahan kimia yang potensial mengganggu dalam lingkungan kita. Penyebab alergi lainnya yang sudah lama diyakini dan tidak disangsikan lagi adalah debu, kutu, bulu binatang, serbuk sari atau bulu unggas lainnya.

Suasana perbedaan pendapat tersebut jauh dari suasana kekeluargaan. Ungkapan dari berbagai pihak seperti “tak terbukti”, “berbahaya”, “orientasi obat”, “berpikiran sempit”, “tidak ilmiah” atau “tidak kompeten” secara tak sadar secara langsung diterima oleh pasien. Jika para pakar medis sudah berbeda pendapat secara tajam, maka orang awam menjadi bingung karena pendapat berbagai dokter berlainan. Dalam menghadapi kontroversi ini tidak heran bila masyarakat semakin bingung tak tahu harus minta bantuan kemana. Fakta ilmiah dan data penelitian telah banyak menunjukkan bahwa ternyata makanan tertentu dapat menyebabkan berbagai gangguan yang selama ini tidak diperkirakan banyak orang. Ternyata, makanan yang bergizi setinggi apapun dan selezat apapun ternyata dapat merugikan mengganggu tubuh manusia yang sebaliknya dapat mengakibatkan berbagai gangguan fungsi tubuh.

Berbagai gangguan dan sistem tubuh telah disepakati sebagai akibat pengaruh makanan. Tetapi sebaliknya justru telah menjadi kontroversi baik masyarakat awam maupun sesama dokter bahwa ternyata berbagai makanan sebagai penyebab gangguan tubuh manusia. Hal itu terjadi karena untuk memastikan pengaruh makanan terhadap tubuh bukan berdasarkan tes alergi atau pemeriksaan laboratorium semata tetapi berdasarkan diagnosis klinis yang di bidang medis di sebut chalenge test atau eliminasi provokasi makanan.

Tidak hanya dalam alergi makanan, tampaknya kontroversi itu adalah hal yang biasa seperti hal penyakit lainnya di bidang kedokteran. Biasanya bila untuk memastikan diagnosis suatu penyakit atau kelainan hanya berdasarkan diagnosis klinis seringkali akan menimbulkan banyak kontroversi krena subyektifitasnya sangat tinggi. Contoh tersebut adalah dalam diagnosis Autism, ADHD, dan diagnosis gangguan fungsional lainnya yang dalam pemeriksaan imunopatobiologis normal. Hal ini mengakibatkan bahwa ADHD adalah wrong doagnosis terbesar di Amerika Serikat. Kondisi tersebut juga mengakibatkan mengapa seorang gangguan perilaku yang sama didiagnosis yang berbeda oleh 5 dokter yang berbeda. Beragamnya diagnosis kepada anak yang sama tersebut seperti diagnosis Autis, Autism Ringan, Bukan Autis, PDD NOS atau ADHD. Padahal klinisi yang mendiagnosisnya adalah sudah berkopeten di bidangnya. Tetapi bila dasar diagnosis tersebut parameternya disertai laboratorium dan pemeriksaan penunjang maka perbedaan pendapat tersebut semakin jarang. Misalnya diagnosis Hepatitis B, Hipertensi, Sindrom Nefrotik (klainan ginjal) atau Diabetes Melitus maka dalam mendiagnosisnya relatif tidak menimbulkan perbedaan persepsi. 

 

Sumber Kontroversi

  • Di bidang ilmu kedokteran telah disepakati secara ilmiah bahwa untuk memastikan penyebab alergi adalah dengan eliminasi provokasi makanan bukan dengan tes alergi. Tes alergi hanya membantu diagnosis bukan memastikan penyebab alergi. Tetapi kesepakatan ilmiah yang seharusnya tidak terbantahkan ini sering diabaikan dan menjadi sumber berbagai kontroversi yang ada
  • Penyebab lain perbedaan pendapat ini adalah sulitnya untuk memastikan penyebab alergi dengan melakukan eliminai provokasi makanan. Gold Standart atau standar baku emas diagnosis alergi makanan adalah DBPCFC (Double Blind Placebo Chalenge Food Control). Tetapi karena relatif rumit timbul beberapa modifikasi Chalenge test atau eliminasi provokasi makanan yang kelihatan mudah tetapi sulit ini seringkali tidak pernah dilakukan oleh klinisi dan sebagian ahli alergi untuk memastikan penyebab alergi makanan.
  • Gangguan alergi makanan khususnya gangguan pada saran cerna dan susunan saraf pusat adalah gangguan fungsi bukan gangguan organnya. Hal inilah yang melatarbelakngi mengapa semua gangguan yang berkaitan dengan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan sering dianggap normal. Karena, memang manifestasi yang ada tidak didapatkan kelainan organ dengan pemeriksaan USG, foto kontras dan CT scan. Karena pemeriksaan tersebut tidak didapatkan kelainan maka dianggap penderita tidak punya kelainan, tetapi anehnya keluhan penderita hilang timbul. Saat dilakukan eliminasi provokasi makanan ternyata gangguan yang dianggap normal itu bisa membaik.
  • Penelitian berbagai manifestasi klinis dan pengaruh alergi makanan masih belum banyak terungkap jelas. Sampai saat ini keterkaitan berbagai manifestasi klinis gangguan fungsi tubuh dengan alergi makanan dan hipersensitifitas lainnya masih relatif sulit dibuktikan secara ilmiah. Dalam penelitian ilmiah penelitian klinis adalah mempunyai kualitas penelitian yang tidak lebih baik dibandingkan penelitian yang diukur dengan parameter imunopatobiologis. Padahal diagnosis alergi makanan dan hipersensitifitas lainnya berdasarkan diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium imunopatobiologis Hal inilah yang mengakibatkan bahwa keterkaitan manifestasi klinis dengan alergi makanan sulit dibuktikan dengan standard ilmiah yang lebih baik. Pada umumnya dasar diagnosis penelitian alergi makanan dan hipersensitifita lainya yang membuktikan ketidakbermaknaannya hubungan tersebut dibuat bukan berdasarkan eliminasi provokasi tetapi berdasarkan parameter tes alergi dan laboratorium penunjang. Sehingga kesimpulan yang dibuatpun menjadi lemah. Seharusnya penelitian dampak alergi makanan atau manifestasi alergi makanan berdasarkan eliminasi provokasi makanan bukan berdasarkan parameter laboratorium atau pemeriksaan ts alergi. Di masa datang permasalahan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan akan lebih terungkap dengan jelas bila penelitian klinis eliminasi provokasi makanan disertai perubahan klinis dan perubahan biomolekular.
  •  Sebagian dokter bahkan masih mendewakan tes alergi sebagai cara untuk mencari memastikan penyebab alergi makanan dan hipersensitifitas makanan. Hal ini tampak dengan banyak pendapat dari beberapa dokter bahwa ketika seseorang dipastikan menderita alergi makanan dan hipersensitifitas makanan dengan eliminasi provokasi masih disangsikan ketika belum dilakukan tes alergi. Padahal justru angka kejadian alergi makanan lebih sedikit dibandingkan hipersensittifitas makanan lainnya. Secara umum penderita alergi makanan adalah berkisar 4-9% tetapi diduga angka kejadian hipersensitifita makanan lainnya sepuluh kali lipat dibandingkan penderita alergi makanan. Tes alergi memang diperlukan untuk diagnosis tetapi untuk memastikannya harus dikonfirmasi lagi dengan eliminasi provokasi atau chalenge test.

Sumber Kontroversi lainnya

  • Pada umumnya gangguan reaksi simpang makanan karena alergi atau hipersensitifitas makanan merupakan gangguan fungsional sistem tubuh. Gangguan fusngsional sistem tubuh mempunyai karakteristik oragan tubuh yag terlibat sering dianggap normal dan dalam pemeriksaan penunjangpun tidak ditemukan kelainan. Sehingga saat dilakukan pemeriksaan penunjang apapun seperti USG, CT Scan, MRI, EEG atau pemeriksaan lainnya pada organ tubuh adalah normal. Bila dikatakan normal sering timbul pertanyaan pada penderta. Mengapa dikatakan normal, padahal saya sangat menderita setiap hari dan berlangsung demikian lama. Dalam kedaan seperti ini biasanya setiap dokter yang memeriksa akan memeberikan pendapat yang bebeda tentang penyebabnya, bahkan sebagian dokter mengatalkan jujur tidak tahu penyebabnya. Beberapa dokter yang mencoba berspekulasi memberikan penilaian tentang penyebab kelainan tersebut biasanya jawaban seputar stres, masuk angin, terlalu capek dan masih bayak penyebab lainnya yang secara ilmiah kadang tidak sesuai. Sehingga saat wajar ketika pasien mengeluhkan gangguan yang selama ini diderita kepada tiga atau lima dokter pendapatnya akan berbeda. Hal ini akan membuat penderita semakin frustasi. Bila penyebabnya masih simpang siur maka akan berimbas pada terapinya akan juga tidak akan pernah fokus pada penyebabnya. Hal inilah yang juga mengakibatkan penderita gangguan reaksi simpang makanan karena alergi atau hipersensitifitas makanan menjadi berkepanjangan hilang timbul terus menerus dengan berpindah-pindah dokter.
  • Berdasarkan beberapa fakta ilmiah belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup menggaggu, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan tidur, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala ADHD dan autism. Meskipun sebenarnya alergi bukan penyebab ADHD atau Autism tetapi hanya memperberat gangguan perilaku yang sdah ada tersebut.
  • Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandunganpun mungkin sudah dapat terdeteksi. Alergi dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan Anak secara menyeluruh. Sehingga “overtreatment” dan “overdiagnosis” yang diberikan terhadap penderita alergi dapat dicegah sedini mungkin. Akhirnya komplikasi yang ditimbulkan khususnya dalam ganguan otak dan gangguan perilaku juga dapat dicegah lebih dini. 

Berbagai pendapat dalam kontroversi itu adalah Kesulitan memastikan penyebab alergi makanan dan hipersensitifitas makanan yang seharusnya berdasarkan klinis ini mengakibatkan melebarnya perbedaan pandangan di bidang lainnya. Kontroversi tersebut adalah :

  • Pendapat ekstrim sebagian dokter yang mengatakan bahwa belum di tes dan diperiksa laboratorium tetapi sudah dipastikan alergi
  • Beberapa dokter berulang kali mengatakan bahwa penyebab alergi makanan terbesar di Jakarta adalah udang dan ikan laut, karena berdasarkan tes kulit alergi. Padahal tes kulit bukan untuk memastikan penyebab alergi makanan. Seharusnya yang benar adalah “kemungkinan” penyebab alergi adalah udang. Karena, belum tentu berbagai hasil tes kulit yang negatif adalah bukan penderita alergi makanan bahan yang di tes tersebut.
  • Setiasp ada tanda dan gejala alergi pada bayi selalu saja anak langsung dianjurkan pemberian susu hipoalergenik parsial, padahal belum tentu anak alergi susu sapi. Hal lain yang tidak berkaitan bahwa pemberian susu hipoalergenik parsial bukan sebagai pemgobatan alergi susu sapi tetapi sebagai pencegahan alergi. Pencegahan adalah bila anak tidak ada gejal;a alergi untuk mencegah alergi harus menggunakan susu hipoalergenik parsial, tetapi kalau ada gejala harus diamati apakah alergi susu sapi atau tidak.
  • Setiap ada tanda dan gejala alergi bahkan beberapa dokter langsung memvonis alergi susu sapi dan diadviskan dengan pemberian susu hipoalergeenik ekstensif atau soya, padahal 6 bulan sebelumnya menggunakan susu sapi tidak masalah.
  • Pemeriksaan alergi dengan tes alternatif yang tidak diakui oleh berbagai institusi kesehatan internasional dan tidak terbukti secara ilmiah seperti bioresonansi, IgG4 (yang dikirim ke Amerika) dan berbagai tes unproven lainnya
  • Penanganan langkah awal penderita alergi adalah mendeteksi penyebab dan menghindarinya. Tetapi karena berbagai kesulitan langkah awal ini diabaikan tetapi langsung masuk ke langkah berikutnya dengan pengobatan dan pencegahan alergi dengan obat-obatan.
  • Berbagai hal gejala dan gangguan fungsi tubuh disebabkan alergi dan hipersensitifitas makanan lainnya sering disangkal. Tetapi justru penyangkalan tersebut tanpa data ilmiah untuk membuktikan memang tidak berhubungan. Tetapi justru penelitian awal yang sudah semakin banyak bahkan tetap masih dipandang sebelah mata karena memang didoinasi penelitian klinis.
  • Pemakaian obat-obatan untuk profilaksis alergi makanan baik dengan ketotifen (profilas) atau obat alergi lainnya yang tidak terbukti sebagai pencegahan.
  • Sebenarnya fakta makanan dapat mengakibatkan berbagai manifestasi penyakit sudah diyakini beberapa praktisi kesehatan sejak lama. Hanya karena keterkaitan masalah tersebut belum dapat dibuktikan secara klinis tentang penyebabnya maka juga timbul berbagai perbedaan pandangan.
  • Berbagai pendekatan diet yang dianggap tidak seuai manifestasi imunopatobiologis bidang kedokteran di antaranya adalah :
  1. Diet berdasarkan Golongan darah
  2. Diet rotasi
  3. Diet Asam basa

Angka kejadian alergi dan hipersensitifitas makanan terus meningkat tajam dalam dekade terakhir ini. Terdapat kecenderungan alergi pada anak, merupakan kasus yang mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan pelayanan Kesehatan Anak. Perhatian dan penanganan alergi pada anak masih belum optimal, bahkan sering terjadi keterlambatan penanganan. Tampak pada orang tua penderita alergi baru menyadari bahwa anaknya menderita alergi setelah sekian tahun lamanya anaknya menderita sakit yang berulang dan telah berganti-ganti dokter. 

 Cara menyikapinya

  • Kontroversi yang sangat tajam tersebut bukan hanya membingungkan para dokter tetapi pastipun akan lebih bingung dalam menerima perbedaan pendapat para dokter tersebut. Untuk menyikapi hal tersebut sebenarnya buklan dengan langsung memvonis dokter satu paling benar atau dokter lain salah. Tetapi dipihak klinisi atau organisasi profesi harus membuat forum disikusi dan kalau perlu membuat workshop atau debat ilmiah untuk menyelesaikan masalah ini. Kala sudah sepakat maka para klinisi tersebut melalui organisasi profesi mengeluarkan rekomendasinya. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran fakta ilmiah sesuai Evidance Base Medicine. Bukan berdasarkan opini pakar atau profesor tanpa mempertimbagkan fakta klinis yang ada.
  • Bagi klinisi yang berseberang pendapat memang wajarerjadi tetapi harus berdasarkan fakta ilmiah dari pengalaman klinis berbasis bukti dengan didasari oleh berbagai penelitian. Tetapi sebaiknya bila klinisi tersebut tidak berbekal data ilmiah tetapi langsung membuat kontroversi semakin panas sangat disayangkan karena penyelesaian perbedaan pendapat tersebut harus diselesaikan dengan cara ilmiah bukan dengan debat tidak ilmiah.
  • Sedangkan di pihak pasien atau orangtu pasien dalam menyikapi hal ini harus secara obyektif. Bila orangtua atau pasien ragu dengan berbagai kontroversi tersebut maka sebaiknya ikuti langkah eliminasi provokasi atau chalenge test di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan yang ada membaik maka sebaiknya penderita harus percaya dengan fakta yang ada, bahwa alergi dapat mengganggu berbagai organ tubuh yang ada. Bila fakta tersebut ada, bukan berarti harus menyalahkan pendapat dokter lainnya bahwa dokter yang lain salah. Bahwa memang kebenaran ilmiah tersebut akan terjadi seiring dengan berjalannya waktu yang membutuhkan proses ilmiah alamiah yang panjang.

Provided by
children’s ALLERGY CLINIC
 , Yudhasmara Foundation  htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/ 

JL Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir jakarta Pusat Jakarta Indonesia 10210, phone : (021) 70081995 – 5703646   

   

Clinical and Editor in Chief :   

Widodo Judarwanto   

email : judarwanto@gmail.com,   

     

    

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider.   

Copyright © 2010, Children Allergy Clinic Information Education Network. All rights reserved.


Responses

  1. […] Benarkah Aku Tidak alergi makanan ? Kontroversi tentang Alergi dan Hipersensitifitas Makanan […]

  2. […] Benarkah Aku Tidak alergi makanan ? Kontroversi tentang Alergi dan Hipersensitifitas Makanan […]


Leave a comment

Categories