Posted by: Indonesian Children | October 21, 2010

Infeksi Virus Memicu Terjadinya Manifestasi Alergi

Infeksi Virus Memicu Terjadinya Manifestasi Alergi

Go to fullsize image

Seringkali seseorang bayi didiagnosis alergi susu sapi saat usia 4 bulan. Padahal sejak lahir hingga saat itu bayi tersebut tidak pernah mengalami keluhan. Sejak sat itu bayi tersebut telah berganti berbagai macam susu alergi termasuk neocate susu protein hidrolisat sempurna yang paling mahal. Tetapi ternyata keluhan alergi tetap hilang  timbul. Ternyata tidak disadari bahwa ada penyebab lain yang memicu timbulnya gejala alergi. Selama ini bila timbul gejala alergi seringkali dokter hanya memfokuskan pada susu sebagai penyebab alergi. Ternyata infeksi virus adalah termasuk pemicu atau mengwali timbulnya gejala alergi paling sering ditemukan. Sayangnya hal ini sering diabaikan karena manifestasi infeksi virus sangat ringan atau tidak cermat seperti tanpa gejala.

Infeksi dan Alergi

Infeksi dan alergi seringkali merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Pada penderita alergi yang tidak terkendali khususnya yang berkaitan dengan gangguan saluran cerna (alergi atau hipersensitifitas saluran cerna) beresiko sering mengalami infeksi khususnya infeksi saluran napas. Sebaliknya keadaan infeksi khususnya infeksi virus demam, batuk, pilek, muntaber dapat memicu gejala alergi semakin meningkat. 

Untuk membedakan infeksi dan alergi tampaknya sangat mudah. Tetapi faktanya banyak penderita bahkan dokter sekalipun sering keliru dalam menilai seseorang mengalami alergi atau infeksi. Pada penderita saat mengalami gejala  alergi sering dianggap infeksi tetapi sebaliknya gejala infeksi dianggap alergi. Banyak penderita sering pilek hilang timbul dalam jangka panjang. Seringkali penderita merasa semua gangguan pileknya selama ini karena alergi. Tetapi bila dicermati ternyata penderita alergi mudah terserang flu. Memang dalam jangka pilek tersebut penderita mengalami alergi. Tetapi, dísela alergi tersebut mereka mudah terkena flu. 

Infeksi virus ini secara tidak disadari ternyata sangat sering memicu penderita alergi yang tidak terkendali. Artinya saat terjadi alergi ringan di tubuhnya bila terkena infeksi virus maka manifestasi alergi akan semakin bertambah berat. Hal inilah yang menunjukkan bahwa penderita asma kekambuhannya timbul pada saat terjadi infeksi batuk dan pilek. Begitu juga menifestasi alergi lainnya seperti biduran, nyeri perut, gangguan lambung (mual, muntah) dan manifestasi alergi lainnya timbul saat terjadi infeksi.

Tanda dan Gejala Infeksi

Infeksi yang dimaksud disini adalah bebagai serangan infeksi yang mengganggu tubuh  baik berupa infeksi virus, bakteri atau infeksi lainnya. Paling sering di antaranya adalah infeksi virus. Infeksi ini berupa radang tenggorok (faringitis akut), Radang amandel (tosilitis akut), Infeksi saluran napas atau infeksi virus lainnya yang tidak khas. Pada bayi tanda dan gejala infeksi virus lebih sulit dikenali. Bahklan sebagian dokter menilai gejala infeksi virus tersebut dianggap sebagai gejala alergi. Pada bayi seringkali kontak infeksi virus tersebut tertular oleh kontak y6ang sakit di rumah. Sayangnya orangtua juga sering tidajk menyadari bahwa selama ini sering terkena infeksi virus yang gejalanya tidak khas tersebut. Gejala infeksi virus yang ringan inilah yang sering dialami oleh penderita dewasa. Gejala ringan, tidak khas dan cepat membaik ini sering dianggap gejala masuk angin, panas dalam atau kecapekan.

Tanda dan gejala umum infeksi virus yang di alami orang dewasa adalah :

  • Sakit kepala.
  • Nyeri tenggorokan, tenggorokan kering  
  • Batuk ringan, bersin  atau pilek.
  • Mual atau muntah
  • Badan kedinginan, terasa hangat di muka dan kepala
  • Badan lesu
  • Myalgia.
  • Manifestasi Ringan Infeksi Virus tidak khas : pada sebagian kasus gangguan infeksi virus ini mengakibatkan gejala yang tidak khas dan sangat ringan. Badan, otot dan tulang (khususnya tulang punggung, kaki dan tangan) ngilu dan nyeri.  Timbul hidung buntu, pilek ringan , nyer tenggorok ringan tetapi hanya terjadi dalam 1-2 hari kemudian membaik. keadaan ini sering dianggap “mau flu tidak jadi”. Gangguan ringan dan tidak khas inilah yang selama ini tidak disadari oleh penderita bahkan oleh dokter sekalipun. Seringkali gangguan ini  oleh penderita bahkan sebagian dokter sering dianggap karena kecapekan, kurang tidur, panas dalam, masuk angin atau terlalu lama menggendong bayi.

Tanda dan gejala umum infeksi virus yang di alami anak adalah :

  • Mialgia. Badan, otot dan tulang (khususnya tulang punggung, kaki dan tangan) sakit minta dipijat 
  • Batuk, bersin  atau pilek.
  • Mual atau muntah, kadang disertai diare ringan.
  • Badan kedinginan, terasa hangat di telapak tangan,  muka dan kepala (suhu tidak tinggi kurang dari 38C)
  • Badan lesu
  • Sakit kepala.
  • Nyeri tenggorokan, tenggorokan kering 

Tanda dan gejala umum infeksi virus yang di alami bayi adalah :

  • Infeksi virus saluran napas pada bayi seringkali tanpa disertai demam, pilek atau batuk yang keras
  • Bayi lebih rewel dibandingkan biasanya, sering dianggap haus atau minta minum
  • Batuk hanya sekali-sekali atau dikira tersedak.
  • Bersin lebih sering
  • Napas bunyi grok-grok(hiperreaktifitas bronkus)  lebih keras dibandingkan biasanya
  • Mual atau muntah lebih sering dibandingkan biasanya, kadang disertai diare ringan atau bahkan sulit BAB.
  • Teraba hangat di telapak tangan,  muka dan kepala (suhu tidak tinggi kurang dari 38C)
  • Gangguan alergi kulit lebih hebat dibandingkan biasanya
  • Terdapat rash kulit virus yang khas terutam,a timbul di dada atau di perut : bintik merah terang, halus, sangat kecil, rata dan  tidak timbul
  • Biasanya di rumah juga ada yang mengalami sakit infeksi saluran napas atau gejala infeksi virus ringan yang tidak khas.  (lihat gejala infeksi virus pada orang dewasa di atas)

Infeksi Memicu Timbulnya Alergi

Infeksi khususnya infeksi virus demam, batuk, pilek, muntaber dapat memicu gejala alergi semakin meningkat. Infeksi bakteri, virus atau lainnya sering memicu timbulnya gejala alergi. Hal ini misalnya dapat dilihat saat anak demam tinggi misalnya karena faringitis akut (infeksi tenggorokan) sering disertai timbul gejala alergi lainnya seperti asma (sesak), mata bengkak, biduran, kulit timbul bercak merah, diare, muntah atau nyeri perut padahal yang infeksi adalah tenggorokan. Pada anak yang mengalami nyeri perut saat demam biasanya dalam keadaan sehatpun pernah mengalami riwayat sakit perut berulang. Demikian juga timbal diare, muntah, kulit timbul ruam saat demam, biasanya penderita memang punya riwayat saluran pencernaan atau kulit yang sensitif (alergi).Keadaan ini membuat pengenalan tanda, gejala alergi dan mencari penyebab alergi menjadi lebih rumit.

Widodo Judarwanto telah melakukan penelitian ternyata pada 1650 anak yang  berobat di Children Allergy Clinic saat mengalami tanda dan gejala alergi dan asma sebagian besar atau sekitar 88% timbul diawali dan disertai  infeksi virus. Ternyata saat infeksi virus tersebut manifestasi alergi lebih berat. Saat timbul manifestasi alergi yang berat biasanya sebagian besar penderita saat sehat atau 1-2 minggu sebelum sakit mengalami gejala alergi ringan yang tidak disadari. Dalam penelitian selanjutnya ternyata saat dilakukan pengendalian alergi dengan eliminasi provokasi makanan ternyata saat timbul infeksi virus gejala alergi dan asma tersebut tidak timbul lagi.

Seringkali keadaan infeksi sebagai pemicu alergi ini tidak terdeteksi atau diabaikan. Sehingga seringkali terjadi kesalahan diagnosis memvonis penyebab alergi adalah susu, debu atau makanan tertentu. Hal ini juga sebagai penyebab tersering terjadi overdiagnosis alergi susu sapi pada bayi Ketika minum susu sapi selama 3-6 bulan tidak mengalami tanda dan gejala alergi. Teteapi setelah itu terdapat gangguan berak darah, gangguan kulit, batuk datau pilek dianggap karena alergi susu sapi.

Dalam keadaan demam tersebut biasanya penderita alergi tampak kelihatan lebih aktif, impulsif (banyak omong), hiperaktif, emosi meningkat dan lebih agresif. Hal inilah yang sering diasumsikan oleh orang tua kita dahulu bahwa bila anak demam atau sakit artinya karena mau pintar. Pendapat tersebut tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena memang pada penderita alergi bila sakit tampak peningkatan atau perubahan beberapa perilaku tersebut di atas. Hal ini diduga saat infeksi atau sakit terjadi gangguan saluran cerna sehingga stimulasi ke otak semakin meningkat sehingga gejala atau tampilan perilakun serta intelectual anak juga terdapat perubahan.Keadaan ini mengakibatkan sulit membedakan antara alergi dan infeksi. Secara sepintas membedakan alergi dan infeksi sangat mudah. Tetapi, faktanya banyak penderita bahkan dokter sering sulit membedakan antara alergi dan infeksi. Apalagi saat terkena infeksi tidak harus disertai demam.

Saat terkena infeks berat seperti DBD atau demam berdarah Dengue gejala alergi atau hipersensitifitas tubuh sangat terganggu.  Biasanya penderita alergi yang sebelumnya sering mengalami riwayat mual, nyeri perut, mimisan, sakit kepala, batuk ringan, kulit sensitif saat mengalami infeksi DBD gangguan  mual, muntah, nyeri perut, mimisan, sakit kepala, batuk ringan, kulit sensitif akan terjadi lebih berat dan lebih hebat. Atau dibalik, penderita DBD yang mengalami keluhan mual, nyeri perut, sakit kepala, mimisan yang hebat biasanya saat sehat sebelumnya mengalami riwayat manifestasi alergi atau hipersensitif yang tidak disadari. Penderita dengan kulitr sensitif saat terkena DBD mengalami manifestasi kulit yang berlebihan. Pada anak ini sering dikelirukan dengan penyakit campak. Sehingga pada beberapa kasus penderita DBD awalnya sering dikira sakit campak.

Bahkan serangan infeksi virus yang ringan inipun ternyata dapat memicu atau memperberat tanda dan gejala penyakit auto immun lainnya seperti : Lupus, diabetes melitus, psoriasis, henoch schonlein syndrome, Autism, ADHD, GuillainBarré syndrome, Rhematoid artritis, penyakit kawazaki, dan sebagainya. Berbagai gejala dan tanda penyakit tersebut akan lebih berat saat mengalami infeksi virus atau gangguan tersebut biasanya diawali oleh timbulnya infeksi virus.

POST VIRAL ALLERGIC SYNDROME

Gejala Post Viral Allergic Syndrome atau pada dewasa sering dikenal sebagai Post Viral Fatigue Syndrome, yaitu timbulnya kumpulan gejala alergi atau reaksi imunologis justru setelah perjalanan penyakit infeksi itu sembuh. Biasanya terjadi pada infeksi epstein bar, virus coxsakcie atau enterovirus lainnya. Hal tersebut tampak pada anak sakit panas antara 2 – 5 hari, setelah panasnya turun timbul bercak atau bintil kemerahan pada kulit. Biasanya disertai gangguan pencernaan berupa diare, muntah atau sulit berak. Gangguan ini di dalam kedokteran sering diistilahkan sebagai Exantema Subitum. Penderita yang saat mengalami infeksi virus terjadi tanda dan gejala Exantema Subitum pasti sebelumnya mempunyai riwayat alergi atau kulit yang sensitif.

Kejadian seperti itu sering dianggap sebagai sakit campak, padahal pada campak timbul bercak merah justru pada saat timbulnya panas. Konsekuensi yang terjadi adalah anak tidak akan diimunisasi campak, padahal saat itu belum tentu menderita campak.Pengalaman tersebut sering juga dianggap sebagai alergi obat tertentu selama sakit, padahal alergi obat biasanya terjadinya segera atau pada hari pertama setelah minum obat. 

Pada penderita alergi yang mengalami sakit infeksi tertentu, biasanya setelah panas badan turun diikuti oleh timbulnya bercak kemerahan pada kulit tubuh. Biasanya disertai rewel, keluhan saluran cerna seperti diare atau sulit berak. Hal inilah sering dianggap oleh orang tua sebagai penyakit campak.

Beda Infeksi atau Alergi

Secara sepintas atau secara teoritis tampaknya sangat mudah membedakan alergi atau infeksi. tetapi, fakta yang sering terjadi pnderita bahlkan dokter kadang sulit membedakan antara infeksi dan alergi. Hal ini terjadi karena infeksi tidak harus disertai demam. Pedoman umum yang lebih mudah untuk membedakan alergi dan infeksi adalah saat alergi gangguannya ringan, tetapi saat terkena infeksi gangguannya lebih berat dan luas.

Pada penderita alergi, saat gejala alergi tidak terkendali bila terserang infeksi maka manifestasinya akan lebih berat.

  • Misalnya pada bayi yang mengalami gangguan dermatitis atau kulit yang sensitif. Saat sehat kadang timbul gejala alergi pada kulit tetapi sangat ringan mungkin hanya kasar sedikit dikulit atau timbul seperti gigitan nyamuk satu atau dua. Tetapi saat terkena infeksi saluran napas atau flu maka gangguan kulit tersebut akan semakin berat dan luas kadang sampai hampir seluruh muka dan sebagian badan.
  • Pada bayi dengan gangguan saluran cerna seperti muntah. Saat alergi biasanya hanya muntah 1-2 kali tetapi saat terkena infeksi muntah lebih berat dan lebih sering hingga 4-5 kali lebih.

ALERGI

 INFEKSI atau (Gejala alergi dipicu infeksi virus)
Kulit Bayi : kasar sedikit di pipi. bintik merah satu atau dua.Pada anak atau dewasa : kulit seperti digigit nyamuk 1-2, timbul bintik kasar sedikitGangguan kulit ringan seperti digigit nyamuk satu atau dua. Bruntusan dan bercak merak lebih banyak, lebih merah, lebih luas dan lebih kasar. Pada anak atau dewasa : kulit seperti digigit nyamuk atau serangga lebih banyak dan bengkak lebih besar, timbul bintik kasar dan bruntusan lebih luas, pada beberapa kasus sering dikira penyakit campak. Saat infeksi timbul biduran atau kaligata (urtikaria)
BAB : berak lebih 3 kali perhari, ngeden, hijau mudaMudah mual atau muntah saat menagis atau berlari BAB : lebih cair, warna lebih hijau tua atau hitam bau lebih tajam.Muntah lebih sering dan lebih banyak. Saat terkena infeksi Muntaber biasanya muntah lebih hebat seringkali harus mengalami perawatan pemberian infus di rumah sakit
Pada bayi napas bunyi grok-grok ringan (hiperreaktifitas bronkus) tidak disertai batuk sama sekali. Pada anak Batuk lebih ringan, biasanya malam lebih sering siang hilang  Pada bayi napas grok-grok lebih keras terdengar, terdengar batuk hanya sekali-sekali.  Pada anak batuk Siang juga batuk tetapi malam hari lebih keras, kadang disertai dahak kuning, kental dan hijau
 Pilek atau bersin hanya malam dan pagi hari Pilek atau bersin lebih sering dan lebih keras baik siang atau malam. Ingus kental, hijau atau kuning.
Mata gatal, di bawah mata sering sedikit kehitaman  Mata lebih gatal, di bawah mata sering lebih gelap. Kadang disertai bengkak pada bibir dan kelopak mata
 Pada bayi timbul kotoran atau belekan di satu sisi mata.  Pada bayi timbul kotoran atau belekan lebih banyak dan timbul di kedua sisi mata
Sulit BAB, ngeden, 1- 2 hari sekali, feses blat, hitam atau hijau  Sulit BAB lebih keras, lebih ngeden, BAB lebih jarang sampai 3-5 hari sekali, hitam atau hijau,Bahkan sampai keluar darah
Batuk-batuk malam, sering napas dalam (menghela napas, atau menarik napas dalam)  Batuk lebih berat dan lendir lebih banyak sehingga harus membutuhkan terapi inhalasi atau penguapan.  Sesak,  dan bunyi ngik-ngik atau mengi.
Punya riwayat sering BAB  3 kali atau lebih perhari  Saat infeksi virus  berak sering cair atau diare ringan.
 

Mimisan (epitaksis)  atau perdarahan hidung ringan  Mimisan atau perdarahan hidung lebih banyak
 Pada anak nyeri perut ringan sering dikira pura-pura, karena hilang timbul tanpa diobatiMudah muntah tetapi ringan dan tidak tiap hari  Nyeri perut lebih hebat kadang sampai menangis. Waspadai saat dalam kondisi ini sering dianggap usus buntu. Bila diagnosis meragukan jangan langsung operasi tetapi second opinion segera ke dokter bedah laninnya
 Anak aktif dan tidak bisa diam, Gangguan tidur, emosi tinggi  Anak lebih aktif dibandingkan biasanya
 Gangguan tidur, emosi tinggi, agak agresif  Gangguan tidur, emosi tinggi, agak agresif lebih berat
 Kalau ringan tanpa obat, atau obat alergi biasa. Tidak perlu inhalasi atau fisioterapi  Antibiotika tidak perlu bila infeksinya karena virus. Kalau sesak atau napas berat perlu inhalasi atau fisioterapi

 

MEMBEDAKAN BERAK DARAH KARENA INFEKSI SALURAN CERNA (amuba, shigela dll) ATAU KARENA HIPERSENSITIF SALURAN CERNA (DIPICU INFEKSI DI LUAR SALURAN CERNA seperti ISPA, ISK atau infeksi virus lainnya )
  • INFEKSI SALURAN CERNA (DISENTRI, AMUBA) : Saat hari pertama frekuensi darah dalam feses sedikit selanjutnya  hari ke dua dan ke tiga sering dan bertambah banyak. Gangguan ini perlu antibiotika
  • Hipersensitif saluran cerna  (dipicu infeksi di luar saluran cerna seperti demam, flu, batuk, pilek) : bila berak darah hanya timbul saat hari pertama dan saat hari ke dua dan ke tiga semakin berkurang dan membaik tanpa pemberian antibiotika. Gangguan ini tidak perlu antibiotika

END POINT

  • Infeksi khususnya infeksi virus ternyata paling sering memicu terjadinya gejala alergi. Tetapi justru sebagain besar infeksi virus yang ada sangat ringan dan tidak khas sehingga sering diabaiakan oleh penderita bahkan dokter sekalipun.
  • Bila saat sehat tanda dan gejala alergi tidak ada maka saat terkena infeksi gangguan alergi tidak timbul atau tidak akan lebih berat
  • Bila saat sehat timbul gejala alergi ringan maka saat terkena infeksi maka gejala alergi lebih berat dan lebih hebat. Atau dibalik, saat timbul gejala alergi yang tidak ringan atau hebat biasanya disertai timbulnya infeksi virus.
  • Sehingga bila saat sakit infeksi virus atau saluran napas timbul sesak (asma), berak darah, kulit merah berlebihan, biduran. Maka biasanya seminggu sebelum sakit gejala alergi timbul lebih ringan tidak kita sadari
  • Sebenarnya kekambuhan asma dan gangguan alergi yang lebih berat saat sakit dapat dihindari bila saat sehat gangguan alergi yang ringan dapat dikenali dan dihindari.
  • Sayangnya gangguan alergi yang ringan tersebut penderita atau orangtua sering diabaikan dan tidak dikenali. Justru penderita alergi berobat ke dokter bukan saat alerginya timbul tetapi saat alerginya diperberat terpicu oleh infeksi virus atrau infeksi lainnya.
  • Bila alergi tidak terkendali akan mudah infeksi sedangkan infeksi memperberat alerginya. Sehingga jalan yang paling penting adalah kenali dan atasi hindari penyebab alergi saat dalam keadaan sehat. Penyebab alergi yang sering adalah debu dan makanan, tetapi bila terdapat gangguan sensitif saluran cerna biasanya penyebab utama adalah alergi  makanan.
  • Waspadai orangtua atau orang di rumah sering terdapat penderita infeksi berulang maka bila terdapat anak atau bayi juga akan sering terkena infeksi atau gejala alerginya akan lebih sering kambuh, karea infeksi akan memicu reaksi alergi yang ada. Keadaan seperti ini seringkali kita memvonis anak tertular sakit karena terteular di sekolah, tetapi sering tidak menyadari bahwa anda sebagai penyebab atau sumber infeksi yang menularkan pada anak atau bayi and.a

 

Rujukan Pustaka

  • Busse WW, Lemanske RF Jr, Gern JE. Role of viral respiratory infections in asthma and asthma exacerbations. Lancet. 2010 Sep 4;376(9743):826-34.
  • Oh JW. Respiratory viral infections and early asthma in childhood. Allergol Int. 2006 Dec;55(4):369-72.
  • Busse WW. The contribution of viral respiratory infections to the pathogenesis of airway hyperreactivity. Chest. 1988 May;93(5):1076-82.
  • Carroll KN, Hartert TV. The impact of respiratory viral infection on wheezing illnesses and asthma exacerbations. Immunol Allergy Clin North Am. 2008 Aug;28(3):539-61, viii.
  • Micillo E, Marcatili P, Palmieri S, Mazzarella G. Viruses and Asthmatic Syndromes. Monaldi Archives for Chest Disease 53(1):88-91, 1998 Feb
  • Schwarze J, Hamelmann E, Bradley KL, Takeda K, Gelfand EW. Respiratory Syncytial Virus Infection Results in Airway Hyperresponsiveness and Enhanced Airway Sensitization to Allergen. Journal of Clinical Investigation 100(1):226-33, 1997 Jul 1
  • Velissariou IM, Papadopoulos NG. The role of respiratory viruses in the pathogenesis of pediatric asthma. Pediatr Ann. 2006 Sep;35(9):637-42.
  • Refabert L, Mahut B, de Blic J, Scheinmann P. Acute Viral Respiratory Infections and Asthma.  Revue du Praticien 46(17):2077-82, 1996 Nov 1
  • Nystad W, Skrondal A, Magnus P. Day care attendance, recurrent respiratory tract infections and asthma. Int J Epidemiol. 1999;28 :882 –887[Abstract/Free Full Text]
  • Martinez FD. Viral Infections and the Development of Asthma.  American Journal of Respiratory & Critical Care Medicine 151(5):1644-7; discussion 1647-8, 1995 May
  • Einarsson O, Geba GP, Zhu Z, Landry M, Elias JA. In Vivo and In Vitro by Respiratory Viruses and Induction of Airways Hyperresponsiveness   Journal of Clinical Investigation 97(4):915-24, 1996 Feb 15
  • Stamwell-Smith R, Bloomfield S. The hygiene hypothesis and implications for home hygiene, International Scientific Forum on Home Hygiene, Milan, 2004. Available at: www.ifh-homehygiene.org/2003/2hypothesis/hh.htm
  • Balemans WAF, Rovers MM, Cornelis K. Childhood upper respiratory tract infections are not associated with asthma, hay fever and eczema at adulthood: a birth cohort study [abstract]. Eur Respir J. 2004;24(suppl 48) :4046
  • Nicolai T, von Mutius E. Risk of asthma in children with a history of croup. Acta Paediatr. 1996;85 :1295 –1299[Web of Science][Medline]
  • Grimfeld A. The Wheezing Child and Pediatric Respiratory Infections. Allergie et Immunologie 29(3):73-4; discussion 82, 1997 Mar
  • Salam MT, Li YF, Langholz B, Gilliland FD. Early-life environmental risk factors for asthma: findings from the Children’s Health Study. Environ Health Perspect. 2004;112 :760 –765[Web of Science][Medline]
  • Nafstad P, Magnus P, Jaakkola JJK. Early respiratory infections and childhood asthma. Pediatrics. 2000;106 (3). Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/106/3/e38
  • Illi S, von Mutius E, Lau S, et al. Early childhood infectious diseases and the development of asthma up to school age: a birth cohort study. BMJ. 2001;322 :390 –395[Abstract/Free Full Text]
  • Bodner C, Godden D, Seaton A. Family size, childhood infections and atopic diseases. The Aberdeen WHEASE Group. Thorax. 1998;53 :28 –32[Abstract/Free Full Text]
  • Farooqi IS, Hopkin JM. Early childhood infection and atopic disorder. Thorax. 1998;53 :927 –932[Abstract/Free Full Text]
  • von Mutius E, Illi S, Hirsch T, Leupold W, Keil U, Weiland SK. Frequency of infections and risk of asthma, atopy and airway hyperresponsiveness in children. Eur Respir J. 1999;14 :4 –11[Abstract]
  • Ponsonby AL, Couper D, Dwyer T, Carmichael A, Kemp A. Relationship between early life respiratory illness, family size over time, and the development of asthma and hay fever: a seven year follow-up study. Thorax. 1999;54 :664 –669[Abstract/Free Full Text]
  • Williams LK, Peterson EL, Ownby DR, Johnson CC. The relationship between early fever and allergic sensitization at age 6 to 7 years. J Allergy Clin Immunol. 2004;113 :291 –296[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • McKeever TM, Lewis SA, Smith C, Hubbard R. The importance of prenatal exposures on the development of allergic disease: a birth cohort study using the West Midlands General Practice Database. Am J Respir Crit Care Med. 2002;166 :827 –832[Abstract/Free Full Text]
  • Henderson J, Hilliard TN, Sherriff A, Stalker D, Al SN, Thomas HM. Hospitalization for RSV bronchiolitis before 12 months of age and subsequent asthma, atopy and wheeze: a longitudinal birth cohort study. Pediatr Allergy Immunol. 2005;16 :386 –392
  • [CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Bont L, Steijn M, van Aalderen WM, et al. Seasonality of long term wheezing following respiratory syncytial virus lower respiratory tract infection. Thorax. 2004;59 :512 –516[Abstract/Free Full Text]
  • Stein RT, Sherrill D, Morgan WJ, et al. Respiratory syncytial virus in early life and risk of wheeze and allergy by age 13 years. Lancet. 1999;354 :541 –545[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Sigurs N, Gustafsson PM, Bjarnason R, et al. Severe respiratory syncytial virus bronchiolitis in infancy and asthma and allergy at age 13. Am J Respir Crit Care Med. 2005;171 :137 –141[Abstract/Free Full Text]
  • Trefny P, Stricker T, Baerlocher C, Sennhauser FH. Family history of atopy and clinical course of RSV infection in ambulatory and hospitalized infants. Pediatr Pulmonol. 2000;30 :302 –306[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Goetghebuer T, Kwiatkowski D, Thomson A, Hull J. Familial susceptibility to severe respiratory infection in early life. Pediatr Pulmonol. 2004;38 :321 –328[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Andersen TF, Madsen M, Jorgensen J, Mellemkjoer L, Olsen JH. The Danish National Hospital Register. A valuable source of data for modern health sciences. Dan Med Bull. 1999;46 :263 –268[Web of Science][Medline]
  • Stensballe LG, Kristensen K, Nielsen J, Aaby P. Diagnosis coding in The Danish National Patient Registry for respiratory syncytial virus infections. Scand J Inf Dis. 2005;37 :747 –752.[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Olsen J, Melbye M, Olsen SF, et al. The Danish National Birth Cohort–its background, structure and aim. Scand J Public Health. 2001;29 :300 –307[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Benn CS, Benfeldt E, Andersen PK, Olesen AB, Melbye M, Bjorksten B. Atopic dermatitis in young children: diagnostic criteria for use in epidemiological studies based on telephone interviews. Acta Derm Venereol. 2003;83 :347 –350[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Bosken CH, Hunt WC, Lambert WE, Samet JM. A parental history of asthma is a risk factor for wheezing and nonwheezing respiratory illnesses in infants younger than 18 months of age. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161 :1810 –1815[Abstract/Free Full Text]
  • Murray CS, Pipis SD, McArdle EC, Lowe LA, Custovic A, Woodcock A. Lung function at one month of age as a risk factor for infant respiratory symptoms in a high risk population. Thorax. 2002;57; 388 –392[Abstract/Free Full Text]
  • Prescott SL, Macaubas C, Smallacombe T, Holt BJ, Sly PD, Holt PG. Development of allergen-specific T-cell memory in atopic and normal children [see comments]. Lancet. 1999;353 :196 –200[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Wang EE, Law BJ, Stephens D. Pediatric Investigators Collaborative Network on Infections in Canada (PICNIC) prospective study of risk factors and outcomes in patients hospitalized with respiratory syncytial viral lower respiratory tract infection. J Pediatr. 1995;126 :212 –219[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Groothuis JR, Gutierrez KM, Lauer BA. Respiratory syncytial virus infection in children with bronchopulmonary dysplasia. Pediatrics. 1988;82 :199 –203[Abstract/Free Full Text]
  • MacDonald NE, Hall CB, Suffin SC, Alexson C, Harris PJ, Manning JA. Respiratory syncytial viral infection in infants with congenital heart disease. N Engl J Med. 1982;307 :397 –400[Abstract]
  • de Sierra TM, Kumar ML, Wasser TE, Murphy BR, Subbarao EK. Respiratory syncytial virus-specific immunoglobulins in preterm infants. J Pediatr. 1993;122 :787 –791[Web of Science][Medline]
  • Fixler DE. Respiratory syncytial virus infection in children with congenital heart disease: a review. Pediatr Cardiol. 1996;17 :163 –168[Web of Science][Medline]
  • Abman SH, Ogle JW, Butler-Simon N, Rumack CM, Accurso FJ. Role of respiratory syncytial virus in early hospitalizations for respiratory distress of young infants with cystic fibrosis. J Pediatr. 1988;113 :826 –830[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Arnold SR, Wang EE, Law BJ, et al. Variable morbidity of respiratory syncytial virus infection in patients with underlying lung disease: a review of the PICNIC RSV database. Pediatric Investigators Collaborative Network on Infections in Canada. Pediatr Infect Dis J. 1999;18 :866 –869[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Hall CB, Powell KR, MacDonald NE, et al. Respiratory syncytial viral infection in children with compromised immune function. N Engl J Med. 1986;315 :77 –81[Abstract]
  • Nachman SA, Navaie-Waliser M, Qureshi MZ. Rehospitalization with respiratory syncytial virus after neonatal intensive care unit discharge: A 3-year follow-up. Pediatrics. 1997;100(6) . Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e8
  • Glezen WP, Paredes A, Allison JE, Taber LH, Frank AL. Risk of respiratory syncytial virus infection for infants from low- income families in relationship to age, sex, ethnic group, and maternal antibody level. J Pediatr. 1981;98 :708 –715[Web of Science][Medline]
  • Anderson LJ, Parker RA, Strikas RA, et al. Day-care center attendance and hospitalization for lower respiratory tract illness. Pediatrics. 1988;82 :300 –308[Abstract/Free Full Text]
  • Holberg CJ, Wright AL, Martinez FD, Ray CG, Taussig LM, Lebowitz MD. Risk factors for respiratory syncytial virus-associated lower respiratory illnesses in the first year of life. Am J Epidemiol. 1991;133 :1135 –1151[Abstract/Free Full Text]
  • Downham MA, Scott R, Sims DG, Webb JK, Gardner PS. Breast-feeding protects against respiratory syncytial virus infections. Br Med J. 1976;2 :274 –276[Abstract/Free Full Text]
  • Stensballe LG, Poulsen A, Nante E, et al. Mothers may transmit RSV infection more easily to sons than daughters. Community study from Guinea-Bissau. Scand J Infect Dis. 2004;36 :291 –295[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Tepper RS, Morgan WJ, Cota K, Wright A, Taussig LM. Physiologic growth and development of the lung during the first year of life. Am Rev Respir Dis. 1986;134 :513 –519[Web of Science][Medline]
  • Martinez FD, Wright AL, Taussig LM, Holberg CJ, Halonen M, Morgan WJ. Asthma and wheezing in the first six years of life. The Group Health Medical Associates. N Engl J Med. 1995;332 :133 –138[Abstract/Free Full Text]
  • Landau LI, Morgan W, McCoy KS, Taussig LM. Gender related differences in airway tone in children. Pediatr Pulmonol. 1993;16 :31 –35[Web of Science][Medline]
  • Verity CM, Vanheule B, Carswell F, Hughes AO. Bronchial lability and skin reactivity in siblings of asthmatic children. Arch Dis Child. 1984;59 :871 –876[Abstract/Free Full Text]
  • Colocho Zelaya EA, Orvell C, Strannegard O. Eosinophil cationic protein in nasopharyngeal secretions and serum of infants infected with respiratory syncytial virus. Pediatr Allergy Immunol. 1994;5 :100 –106[Medline]
  • Linneberg A, Petersen J, Gronbaek M, Benn CS. Alcohol during pregnancy and atopic dermatitis in the offspring. Clin Exp Allergy. 2004;34 :1678 –1683[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Mok JY, Simpson H. Outcome of acute lower respiratory tract infection in infants: preliminary report of seven-year follow-up study. Br Med J (Clin Res Ed). 1982;285 :333 –337[Medline]
  • Noble V, Murray M, Webb MS, Alexander J, Swarbrick AS, Milner AD. Respiratory status and allergy nine to 10 years after acute bronchiolitis. Arch Dis Child. 1997;76 :315 –319[Abstract/Free Full Text]
  • Korppi M, Piippo-Savolainen E, Korhonen K, Remes S. Respiratory morbidity 20 years after RSV infection in infancy. Pediatr Pulmonol. 2004;38 :155 –160[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Benn CS, Melbye M, Wohlfahrt J, Bjorksten B, Aaby P. Cohort study of sibling effect, infectious diseases, and risk of atopic dermatitis during first 18 months of life. BMJ. 2004;328 :1223[Abstract/Free Full Text]
  • Bager P, Westergaard T, Rostgaard K, Hjalgrim H, Melbye M. Age at childhood infections and risk of atopy. Thorax. 2002;57 :379 –382[Abstract/Free Full Text]
  • Matricardi PM, Rosmini F, Ferrigno L, et al. Cross sectional retrospective study of prevalence of atopy among Italian military students with antibodies against hepatitis A virus. BMJ. 1997;314 :999 –1003[Abstract/Free Full Text]
  • Sly PD, Hibbert ME. Childhood asthma following hospitalization with acute viral bronchiolitis in infancy. Pediatr Pulmonol. 1989;7 :153 –158[Web of Science][Medline]
  • Sigurs N, Bjarnason R, Sigurbergsson F, Kjellman M, Björksten B. Asthma and immunoglobulin E antibodies after respiratory syncytial virus bronchiolitis: a prospective cohort study with matched controls. Pediatrics. 1995;95 :500 –505[Abstract/Free Full Text]
  • Sigurs N. A cohort of children hospitalised with acute RSV bronchiolitis: impact on later respiratory disease. Paediatr Respir Rev. 2002;3 :177 –183[CrossRef][Medline]
  • Stein RT, Sherrill D, Morgan WJ, et al. Respiratory syncytial virus in early life and risk of wheeze and allergy by age 13 years. Lancet. 1999;354 :541 –545[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Romagnani S. Human Th1 and Th2 subsets: regulation of differentiation and role in protection and immunopathology. Int Arch Allergy Immunol. 1992;98 :279 –285[Web of Science][Medline]
  • Holt PG. Infections and the development of allergy. Toxicol Lett. 1996;86 :205 –210[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Beasley R, Pekkanen J, Pearce N. Has the role of atopy in the development of asthma been over-emphasized? Pediatr Pulmonol. 2001;23 :149 –150
  • Shaeen SO, Barker DJ, Holgate ST. Do lower respiratory tract infections in early childhood cause chronic obstructive pulmonary disease? Am J Respir Crit Care Med. 1995;151 :1649 –1651[Abstract]
  • Nafstad P, Jaakkola JJK, Hagen JA, Botten G, Kongerud J. Breastfeeding, maternal smoking and lower respiratory tract infections. Eur Respir J. 1996;9 :2623 –2629[Abstract]
  • Nafstad P, Kongerud J, Botten G, Hagen JA, Jaakkola JJK. The role of passive smoking in the development of bronchial obstruction the first 2 years of life. Epidemiology. 1997;8 :293 –297[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • ISAAC Steering Committee. Phase II Modules of The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Münster, Germany: Institute of Epidemiology and Social Medicine; 1998
  • Meinert R, Frischer T, Karmaus W, Kuehr J. Influence of skin prick test criteria on estimation of prevalence and incidence of allergic sensitization in children. Allergy. 1994;49 :526 –532[Web of Science][Medline]
  • Martinez FD, Wright AL, Taussig LM, Holberg CJ, Harlonen M, Morgan WJ. Asthma and wheezing the first six years of life. N Engl J Med. 1995;332 :133 –138[Abstract/Free Full Text]
  • Ogra PL. Respiratory syncytial virus: the virus, the disease and the immune response. Paediatr Respir Rev. 2004;5(suppl A) :S119 –S126
  • Van Bever HP, Wieringa MH, Weyler JJ, Nelen VJ, Fortuin M, Vermeire PA. Croup and recurrent croup: their association with asthma and allergy. An epidemiological study on 5–8-year-old children. Eur J Pediatr. 1999;158 :253 –257[CrossRef][Web of Science][Medline]
  • Castro-Rodriguez JA, Holberg CJ, Morgan WJ, et al. Relation of two different subtypes of croup before age three to wheezing, atopy, and pulmonary function during childhood: a prospective study. Pediatrics. 2001;107 :512 –518[Abstract/Free Full Text]
  • Nystad, W, Skrondal A, Magnus P. Recurrent respiratory tract infections during the first 3 years of life and atopy at school age. Allergy. 1998;53 :1189 –1194[Web of Science][Medline]
  • Nja F, Nystad W, Hetlevik O, Carlsen KCL, Carlsen KH. Airway infections in infancy and the presence of allergy and asthma in school age children. Arch Dis Child. 2003;88 :566 –569[Abstract/Free Full Text]
  • American Academy of Family Physicians; American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery; American Academy of Pediatrics Subcommittee on Otitis Media With Effusion. Otitis media with effusion. Pediatrics. 2004;113 :1412 –1429[Abstract/Free Full Text]
  • Doyle WJ. The link between allergic rhinitis and otitis media. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2002;2 :21 –25[CrossRef][Medline]
  • 

 ARTIKEL TERKAIT :

 

Supported  by

Widodo judarwanto, pediatrician
Children’s Allergy Center Online
Picky Eaters Clinic, Klinik Kesulitan makan Pada Anak

Office : JL Taman Bendungan Asahan 5  Jakarta Pusat  Phone : (021) 70081995 – 5703646email :  judarwanto@gmail.com, www.childrenallergyclinic.wordpress.com/  

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider.  

  

  

  

Copyright © 2010, Children Allergy Center  Information Education Network. All rights reserved


Responses

  1. […] dewasa gejalanya infeksi virus kadang hanya pegal, linu sering dianggap kecapekan.  (baca : Infeksi Virus Memicu Terjadinya Manifestasi Alergi). Ciri khas yang terjadi bila gangguan alergi tidak ringan seperti : nyeri perut hebat, gangguan […]

  2. […] dewasa gejalanya infeksi virus kadang hanya pegal, linu sering dianggap kecapekan.  (baca : Infeksi Virus Memicu Terjadinya Manifestasi Alergi). Ciri khas yang terjadi bila gangguan alergi tidak ringan seperti : nyeri perut hebat, gangguan […]


Leave a comment

Categories